Namun, untuk mendapatkan makanan yang diperintahkan Allah tersebut ternyata semakin sulit didapatkan. Para produsen baik skala kecil maupun besar seperti tidak peduli. Beberapa zat kimia atau senyawa berbahaya disalahgunakan untuk pengawet atau pewarna makanan. Sebut saja formalin, boraks (untuk pengawet), dan Rhodamin B (untuk pewarna), seakan menjadi hantu yang menakutkan bagi tubuh.
Tragisnya, diberbagai media massa dan media sosial juga bertebaran isu yang jauh lebih menjijikkan. Ada minuman yang berisi cacing, makanan yang telah terkotaminasi bakteri berbahaya. Jauh lebih menyesakkan dada, tingkah polah pedagang yang menjual produk makanan tidak sehat dan dari bahan baku oplosan atau tidak layak makan. Padahal, produk tersebut telah ditempeli label terdaftar di badan pengawas.
Malahan, berbagai jenis makanan yang telah terkotaminasi tersebut justru seperti menjadi degelan dari para pengambil kebijakan. Makanan yang terkotaminasi bakteri malah dikatakan justru mengandung protein dan berbagai jenis dagelan lainnya.
Pada akhirnya, para produsen yang mestinya mendapat sanksi sesuai dengan undang undang perlindungan konsumen, justru menikmati dagelan tersebut. Mereka seakan berada diatas angin untuk menciptakan produk berbiaya murah tanpa memikirkan kepentingan konsumen.