Kebijakan Mengunci Gerbang Sekolah

Oleh : Feri Fren (Widyaprada BBPMP Sumbar)

oleh

SPIRITSUMBAR.COM – Suatu pagi saya tergelitik melihat gerbang sekolah yang dikunci oleh guru piket. Ketika batas waktu terakhir yang telah ditentukan untuk siswa masuk ke lokasi sekolah .

Setelah gerbang masuk ke sekolah dikunci, terlihat masih banyak siswa yang terlambat datang ke sekolah.  Hal ini disebabkan oleh beberapa hal.

Mereka terpaksa harus berdiri bergerombolan di luar pagar sekolah. Sampai kegiatan seperti upacara bendera, kultum dan lain sebagainya selesai dilaksanakan.

Hal ini tentu menimbulkan pemandangan yang kurang baik bagi orang yang berlalu lalang di depan sekolah. Demikian juga oleh orang tua yang mengantarkan anaknya ke sekolah yang waktu itu juga datang agak terlambat sedikit.

Kebijakan seperti ini juga diberlakukan pula oleh kepala sekolah untuk guru dan pegawai. Demi menegakkan disiplin dan menimbulkan kesan bahwa kebijakan tersebut terlihat bahwa sekolahnya sebagai sekolah yang berkualitas dan dikatakan hebat. Bahkan ketika ada guru yang terlambat datang pun juga harus berdiri di luar pagar sama dengan anak.

Dengan adanya kebijakan ini mulailah timbul pro dan kontra baik dikalangan siswa, guru, pegawai, dan orang tua.

Bagi yang pro dengan kebijakan ini akan menilai sebagai suatu kebijakan yang wajar.  Dalam rangka menegakkan disiplin yang harus dilakukan dengan pemberian hukuman berdiri di luar pagar bagi yang datang terlambat

Sebaliknya bagi yang kontra akan berpendapat bahwa pemberian hukuman bagi anak yang   sedang berkembang dan mau belajar merupakan suatu  hal yang kurang baik.

Apalagi apabila terjadi pada anak yang berada pada usia dini dan yang berada di kelas redah. Hukuman yang diberikan pada dirinya akan membuat ciut nyalinya untuk datang ke sekolah.

Hal ini akan  berujung pada dirinya. Berupa patah semangat dan mengurangi motivasi untuk datang ke sekolah.  Karena takut diberi hukuman lagi berdiri di luar pagar.

Mereka sudah mau datang ke sekolah.  Hanya karena terlambat sedikit eh tahunya sampai di sekolah pagi-pagi sudah mendapat hukuman.  Karena terlambat datang dan berdiri di luar pagar pintu gerbang sekolah.

Kebijakan ini dari sisi lain akan mempengaruhi psikologi anak sebelum belajar.

Dia akan merasa rendah diri di mata teman-temanya yang datang duluan dan tidak terlambat. Bisa juga mendapatkan cemoohan dari teman-temannya dan di cap sebagai siswa yang tidak disiplin, pemalas, tidak tahu aturan.

Dorothy Law Nolte seorang penulis Amerika dan konselor keluarga (1924-2005) mengatakan bahwa anak-anak belajar dari kehidupannya (children learn what they live).

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri.

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupannya.

Untuk itu sebelum mengambil kebijakan dalam hal mengunci gerbang sekolah. Sebagai seorang kepala sekolah yang profesional sangat perlu pula mempertimbangkan psikologi anak.

Untuk menjadikan sekolah menjadi sekolah yang berkualitas bukan itu satu-satunya cara dengan mengunci gerbang sekolah.

Masih banyak cara-cara lain seperti melakukan pendekatan persuasif, pencontohan, peningkatan kompetensi dan rasa tanggung jawab, kerjasama dengan orang tua siswa. Semoga tulisan yang singkat ini  bisa menjadi referensi bagi kita.

Menarik dibaca