“Setiap mau melapor, guru di daerah kita mesti mencari daerah yang ada internetnya dulu. Lokasi yang ada internet itu, biasanya cukup jauh dari tempat tinggal mereka,” ungkap Yudas.
“Kadang, untuk menelepon dengan ponsel saja, warga ada yang berjalan ke puncak bukit dulu. Tak jarang, ada yang mesti memanjat pohon demi mendapatkan sinyal telepon seluler,” ungkap Yudas.
Karena tak bisanya diakses pembelajaran daring maupun yang tersedia gratis di TVRI, Yudas mengkhawatirkan, mutu pendidikan mentawai akan jadi makin menurun. “Menurunnya mutu pendidikan, tentu akan membuat daerah kami ini makin lama menyandang status 3T,” ungkapnya.
Untuk itu, Yudas mengaku telah menyurati PT Telkom Indonesia melalui surat No: 420/692/Disdikbud dan PT PLN (persero) dengan surat No: 420/691/Disdikbud. Kedua surat ini tertanggal 14 April 2020.
“Sampai sekarang, kedua surat yang kami tembuskan ke ketua DPR RI, Sekkab, Menko Polhukam, Menko Perekonomian, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menko Kemaritiman dan Informasi, Bappenas hingga pemerintahan provinsi serta Forkopimda itu, belum ada tindak lanjut kongkritnya,” terang Yudas. (rel)