KPU harus membuat tatacara pilkada seperti kampanye, pemungutan dan penghitungan suara ala protokol Covid 19. Bagaimana tatacara pemungutan suara dengan protokol covid-19? Apakah harus berjarak semeter-semeter, sehingga bisa panjang menggular antrian pemilih.
“Bagaimana kampanye dilakukan dengan protokol Covid ini. Untuk beribadah saja harus di rumah. Apakah pilkada bisa di lapangan? Itu berarti mengingkari anjuran presiden, untuk kerja di rumah, sekolah di rumah, ibadah di rumah. Pilkada boleh di luar rumah,” cetusnya.
Jika partisipasi masyarakat sampai di bawah 50 persen itu berarti hasil Pilkada kurang legitimate. Hal Itu harus dikaji dengan teliti dan cermat. Karena, KDH ini akan memimpin 5 tahun ke depan, tapi orang yang ikut mencoblos tidak sampai separuh dari jumlah pemilih yang terdaftar.
Bila kondisi seperti itu berarti legitimasi kepala daerah terpilih rendah. Hal ini bisa menyebabkan pemerintahannya tidak efektif, karena banyak rakyat yang tidak ikut memilih daripada yang memilih.
“Itu harus diantisipasi bagaimana cara KPU mengobarkan semangat rakyat untuk ikut mencoblos. Sementara rakyat masih berada di dalam rumah karena wabah. Lapar pula lagi. Ini juga ada bahayanya, karena ada calon-calon yang berselera mencuri simpati rakyat, langsung bagi bagi sembako, bagi-bagi amplop. Itu akan merusak pilkada yang bersih,” ujarnya.