Spiritsumbar.com | Bekasi – Situs nikahsirri.com telah menjadi bahan gunjingan dari banyak orang. Bahkan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dan Menteri PPA Yohana Yembise meradang terhadap konten pada situs nikahsirri.com yang berisi foto mesum hingga ajak lelang perawan. (Sebelumnya: Lelang Perawan, Ada Apa Dengan nikahsirri.com)
Tak mau tinggal diam, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) langsung bertindak dengan memblokir situs yang sudah viral tersebut.
Situs nikahsirridotcom merupakan bagian dari program Partai Ponsel yang juga memiliki situs partaiponseldotorg. Dalam laman utama situs Partai Ponsel, terdapat sambutan Aris Wahyudi selaku Ketua Umum. Berikut sambutan lengkap Aris Wahyudi yang disadur dari partaiponseldotorg
Assalamu alaikum Wr Wb, dan salam sejahtera bagi kita semua.
Ide pendirian partai Ponsel ini tercetus ketika kami berdiskusi tentang buku biografi Bung Karno, yaitu “Penyambung Lidah Rakyat Indonesia”. Dalam buku itu dikisahkan pada dasawarsa 1920an, HOS Cokroaminoto yang merupakan mertua Bung Karno telah dipenjara oleh penjajah Belanda. Sebagai bentuk tanggung jawab seorang menantu, maka Bung Karno mengajukan cuti kuliah untuk pulang ke Surabaya dan bekerja di perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda, yaitu Stat Spoor en tramwegen. Dengan bekerja di perusahaan tersebut, Bung Karno bisa menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membantu keluarga mertuanya.
Sejujurnya, kami tersentak dengan kisah sejarah di buku itu, karena kami mendapati paradoks luar biasa bila dibandingkan dengan jaman sekarang. Paradoks-nya adalah: kehidupan di jaman penjajahan seharusnya lebih sulit dibanding masa kemerdekaan sekarang ini, tapi yang terjadi adalah sebaliknya. Faktanya, di era kemerdekaan sekarang ini, hampir tidak mungkin seorang mahasiswa Indonesia bisa cuti untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang bisa dipakai untuk menghidupi sebuah keluarga, tapi itu bisa terjadi di masa penjajahan. Sungguh paradoks, kemerdekaan selama 72 tahun ternyata hanya membuat rakyat Indonesia semakin sulit mendapatkan pekerjaan.
Sebagai kumpulan alumni yang pernah kuliah di luar negeri dengan beasiswa dari rakyat Indonesia, tentu saja paradoks tersebut telah menggelorakan semangat kami untuk bisa berbuat lebih bagi rakyat Indonesia. Jiwa kami terpanggil, tidak saja oleh rasa patriotisme, tapi juga faktor hutang budi pada rakyat di negeri ini. Selama ini, kami memang telah berusaha sekuat tenaga—lewat jalur teknologi, sesuai pendidikan kami—untuk mengisi kemerdekaan Indonesia ini. Namun perjuangan kami tidak bisa optimal, karena bagaimana pun yang menjadi panglima sekaligus nakhoda negeri ini adalah politik, karena jalur politik lah yang bisa menempatkan orang-orang menjadi penguasa dan pembuat kebijakan di negeri ini. Yang menyedihkan, banyak kebijakan dibuat justru bumerang yang menghancurkan perkembangan teknologi di negeri ini, keran impor terus diperbesar sehingga produk asli bangsa ini mati, ketidakberpihakan pemerintah membuat realisasi sebuah inovasi menjadi produk massal sangat sulit, pun demikian dengan kebijakan finansial juga tidak condong pada perusahaan berbasis teknologi milik anak bangsa. Kebijakan-kebijakan yang tidak tepat sasaran itu adalah borgol yang membelenggu kreativitas dan inovasi dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Selanjutnya: Ide Partai Ponsel dari Buku Bung Karno