Majalah pimpinan Buya Hamka ini turut menyertai perjalanan sejarah
penting bangsa ini. Ketika baru setahun terbit, pada Mei 1960, majalah itu
diberedel pemerintah. Dua tahun sesudah Panjimas diberedel, Hamka kembali menerbitkan majalah baru, yaitu Gema Islam.
Meski posisi Hamka hanya membantu, namun almarhum berperan penting di situ, sebab melalui perantara majalah tersebut Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru Jakarta Selatan yang merupakan kantor redaksi Gema Islam kemudian menjadi panggung aktivitas yang identik dengan nama Hamka.
Sesudah kekuasaan Soekarno surut dan PKI dibubarkan, pada 5 Oktober 1966 Majalah Panjimas kembali terbit. Sebagai “corong” umat, Panjimas termasuk majalah umat yang berumur panjang.
Saat media umat lainnya patah tumbuh dalam siklus yang cepat, Panjimas adalah corong umat Islam yang bertahan lama, bukan hanya melewati fase Orde Lama, tapi juga hingga melewati Orde Baru.
Meskipun penerbitan Panjimas timbul tengggelam, generasi penerus Hamka terus berupaya menghidupkan semangat majalah tersebut sebagai penyambung lidah umat Islam di Indonesia.
Terakhir, media yang didirikan oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah alias Buya Hamka itu pada Maret 2019 hadir dalam bentuk daring di situs panjimasyarakat.com. Semangat yang dibawanya adalah menyuarakan prinsip-prinsip Islam yang memberi kedamaian bagi bangsa Indonesia.