Implementasi Secara Mandiri: Uji Nyali Ala Kurikulum Merdeka

oleh

Oleh : Iryasman (Widyaprada  LPMP Provinsi Sumatera Barat)

Mas Nadiem panggilan khas Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar sebagai episode 15 dari rangkaian program Merdeka Belajar pada tanggal 11 Februari 2022 yang lalu.

Penamaan Kurikulum Merdeka mengakhiri polemik tentang nama kurikulum ini. Sebelumnya muncul istilah Kurikulum Prototipe. Bahkan sebelumnya lagi ada istilah Kurikulum Penggerak, dan berbagai penamaan lainnya.

Terlepas dari berbagai dinamika penamaannya, semenjak awal TP. 2021/2022 yang lalu. Desain Kurikulum Merdeka telah mulai diterapkan secara terbatas oleh sekolah-sekolah yang menjadi pelaksanan Program Sekolah Penggerak.

Tulisan sederhana ini tidak membahas polemik penamaan, apalagi substansi kurikulum secara keseluruhan, tetapi lebih tertarik dengan strategi implementasi Kurikulum Merdeka secara mandiri.

Implementasi Secara Mandiri

Mancaliak contoh ka nan sudah, mancaliak tuah ka nan manang (melihat contoh ke yang sudah, melihat tuah ke yang menang). Berkaca pada proses implementasi Kurikulum 2013, sekolah yang secara bertahap boleh mengimplementasikan Kurikulum 2013 adalah sekolah yang telah ditunjuk.

Ditunjuk dalam artian kepala sekolah, guru, dan pengawasnya telah dilatih. Tidak boleh sekolah mengimplementasikan kalau belum terdaftar sebagai pelaksana Kurikulum 2013. Ini dilakukan untuk menjamin kualitas implementasi, sebagai bagian dari proses penjaminan mutu (quality assurance).

Ternyata falsafah diatas ternyata tidak berlaku bagi Kurikulum Merdeka. Menjelang berakhirnya TP. 2021/2022, dan menyongsong TP. 2022/2023, Kemdikbudristek melakukan terobosan dengan memberi kesempatan kepada satuan pendidikan atau sekolah untuk mencoba menerapkan Kurikulum Merdeka secara mandiri. Hal ini sangat menarik, karena jauh melompat dibanding dengan pola yang telah diterapkan dalam implementasi Kurikulum 2013 yang lalu.

Tawaran implementasi secara mandiri terbuka untuk semua sekolah. Implementasi secara mandiri dimaknai bahwa sekolah yang akan menerapkan tidak mendapatkan pembekalan yang komprehensif seperti halnya sekolah penggerak sebelum menerapkan kurikulum baru ini. Khususnya dalam penyiapan SDM, pengawas, kepala sekolah, dan guru di sekolah penggerak telah dibekali melalui berbagai bimtek, IHT, pendampingan, dan sebagainya, sebelum mengimplementasikan kurikulum.

Tawaran implementasi secara mandiri pada jenjang PAUD, jenjang SD kelas 1 dan 4, jenjang SMP kelas 7, dan jenjang SMA kelas 10 diberikan dalam tiga opsi, yaitu Mandiri Belajar, Mandiri Berubah, dan Mandiri Berbagi.

Opsi Mandiri Belajar memberi kebebasan kepada satuan pendidikan untuk menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka tanpa mengganti kurikulum yang diterapkan saat ini. Mandiri Berubah adalah opsi yang memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan untuk menerapkan Kurikulum Merdeka dengan menggunakan perangkat ajar yang telah disediakan.

Sedangkan opsi Mandiri Berbagi memberi keleluasaan kepada satuan pendidikan untuk mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar. Sekolah yang belum menjadi pelaksanaan Sekolah Penggerak tidak dipaksa, tetapi diberi tantangan untuk mengambil sikap, apakah menerima tantangan dan menjadikannya peluang, atau menjadi pengamat yang baik sebelum ikut turun ke lapangan. Dalam hal ini satuan pendidikan dituntut untuk melakukan transformasi berpikir challenge and opportunity yang berani, cepat, kreatif dan inovatif.

Uji Nyali

Jika dicari dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) uji nyali diartikan sebagai uji keberanian. Dalam kehidupan sehari-hari, uji nyali terkadang dikembangkan dalam berbagai bentuk permainan yang menarik namun menantang. Dituntut keberanian untuk menentukan sikap, apakah mengambil tantangan dengan segala konsekuensinya, atau bermain di zona nyaman yang tanpa tantangan.

Terpulang kepada pemain, apakah berani keluar dari zona nyaman yang penuh riak dan gelombang, atau lebih memilih berayun di buih yang indah dibawah semilir angin sepoi-sepoi.

Begitu juga dengan tantangan yang diberikan untuk memilih ikut atau tidak dalam tawaran implementasi Kurikulum Merdeka secara mandiri. Jika menetapkan pilihan ikut, maka perlu kajian mendalam semua stakehorlder yang ada di sekolah terhadap setiap opsi. Setiap konsekuensi perlu dikaji dan dipertimbangkan dengan cermat.

Opsi pertama Mandiri Belajar, merupakan pilihan yang paling rendah konsekuensinya diantara 3 opsi. Satuan pendidikan tetap menggunakan Kurikulum 2013 yang disesuaikan dengan kondisi pandemi saat ini.

Perubahan yang perlu dilakukan adalah pemahaman konsep umum dan prinsip Kurikulum Merdeka. Misalnya prinsip pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan pendekatan pembelajaran berdifferensiasi. Untuk menerapkan pendekatan pembelajaran berdifferensiasi, guru perlu dibekali dengan pemahaman yang komprehensif. Mulai dari konsep pembelajaran berdifferensiasi itu sendiri, kemudian merancang pembelajaran, melaksanakan, sampai kepada asesmennya.

Pembekalan terhadap guru dapat dilakukan melalui berbagai strategi dan kegiatan, seperti workshop, IHT, bimtek, pendampingan, pembimbingan, dan sebagainya. Pembimbingan dan pendampingan tidak terputus hanya ketika persiapan implementasi, tetapi juga selama implementasi berjalan, untuk melihat capaian atau progres dari implementasi.

Selanjutnya jika memilih opsi kedua yaitu Mandiri Berubah. Ini opsi yang konsekuensinya sedang. Kendatipun sedang, setidaknya ada 2 hal yang harus menjadi perhatian satuan pendidikan terutama guru, yaitu pemahaman yang kuat tentang konsep dan prinsip, serta harus menguasai karakteristik, struktur dan substansi dari kurikulum itu sendiri. Misalnya karakteristik pembelajaran berbasis projek sebagai upaya mewujudkan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, dibutuhkan pemahaman yang komprehensi, mulai dari pemahaman konsep, perencanaan projek, pelaksanaan projek, dan asesmen terhadap projek. Begitu juga dengan penguasaan struktur kurikulum dan substansinya yang lebih terbuka dikembangkan oleh guru secara konstekstual dan fleksibel.

Sebagai contoh, dalam mata pelajaran IPS di SMP dan Sejarah di SMA sangat terbuka peluang untuk mengembangkan materi dalam bentuk sejarah lokal. Selama ini peluang tersebut sulit untuk didapatkan. Sekarang telah diperoleh, namun ada tantangan besar, belum kuatnya kompetensi guru dalam penguasaan materi sejarah lokal itu sendiri, dan belum tersedianya sumber belajar yang siap pakai untuk peserta didik.

Mungkin di mata pelajaran lain juga terdapat berbagai tantangan. Maka satuan pendidikan dituntut untuk melakukan berbagai terobosan yang konstruktif, kreatif, dan inovatif.

Berikutnya pada opsi kedua juga terdapat tantangan berikutnya, yaitu pemahaman terhadap perangkat ajar. Walaupun hanya tinggal memanfaatkan, namun dibutuhkan pemahaman yang baik terhadap perangkat ajar yang baru tersebut. Misalnya guru selama ini familiar dengan Kompetensi Dasar (KD) pada kurikulum sebelumnya, sekarang dikenalkan dengan Capaian Pembelajaran (CP) yang dikembangkan perfase, bukan pertingkat atau jenjang kelas.

Belum lagi mengenal Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) yang merupakan perencanaan pembelajaran. Kalau selama ini guru sangat paham dengan RPP, sekarang ATP yang konstruksinya merupakan RPP plus yang di dalamnya juga terhadapat bahan ajar dan asesmen. Setelah itu baru guru dikenalkan dengan asesmen yang meliputi asesmen diagnostik, formatif, dan sumatif.

Terakhir opsi ketiga Merdeka Berbagi. Penulis melihat ini adalah opsi tahap perkembangan yang konsekuensinya paling tinggi atau berat. Satuan pendidikan yang akan memilih opsi ini idealnya sudah mampu mengembangkan kurikulum secara mandiri. Pada opsi ini satuan pendidikan dituntut mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, dan dengan pengalamannya diharapkan mampu mengembangkan sendiri perangkar ajar.

Perangkat ajar tersebut juga diharapkan disebarkan ke satuan pendidikan yang lain untuk memacu dan memotivasi agar ke depan juga mampu mengembangkan sendiri. Disisi lain tim pengembang kurikulum di level kementerian juga ingin berbagi dengan satuan pendidikan untuk mengembangkan perangkat ajar sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan lingkungan kontekstual satuan pendidikan.

Untuk menyiapkan SDM terutama guru dalam mengembangkan perangkat ajar secara mandiri, satuan pendidikan dituntut berpikir dan bekerja cepat agar lahir ide dan produk yang berkualitas. Berbagai upaya juga dapat dilakukan oleh satuan pendidikan, seperti workshop, IHT, bimtek, pendampingan, pembimbingan, dan sebagainya.

Penutup

Tawaran untuk memilih ikut dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka secara mandiri sedianya akan ditutup pada tanggal 31 Maret 2022, namun diperpanjang sampai tanggal 30 April 2022.

Masih ada waktu bagi satuan pendidikan untuk duduk bersama semua stakeholder dalam mengunyah-ngunyah tawaran ini. Diperlukan mindset untuk merubah kendala menjadi tantangan, dan hambatan menjadi peluang. Semua perubahan ini adalah proses menanam investasi bagi generasi yang akan datang.

Semoga proses menanam dan merawat yang penuh tantangan dengan upaya yang sungguh-sungguh akan menghasilkan buah yang manis. Abi Thalib telah berpesan: didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zamanmu. Semoga Allah meredhai ikhtiar kita. Aamiin.

Menarik dibaca