Kehadiran Thawalib jadi inspirasi berdirinya pesantren pola klasikal lain di Padang Panjang dan tempat lain. Di Padang Panjang sendiri setelah itu berdiri Diniyah School pada 1915, Thawalib Gunung (1918), Diniyah Putri (1923), Perguruan Muhammadiyah Kauman (1926), MIN Adam-BB (1930) dan seterusnya.
Perkembangan inilah yang membuat Rektor Universitas Al Azhar, Mesir, Abdul Rahman Taj, begitu kaget saat berkunjung ke Padang Panjang pada 1956. Sebab, muridnya datang dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk Indonesia timur, dan dari beberapa negeri jiran. Dia juga kaget,karena di sini ada pesantren khusus wanita (Diniyah Putri)
Berbarengan itu, kemudian seorang penulis asal Belanda menulis Padang Panjang sebagai Mesir van Andalas, ungkap A. Nadjir Joenoes, mantan wartawan/kolumnis 1950-1960 dan dosen ASKI Padang Panjang (1980-1990-an), sebagai pemuka masyarakat pada peringatan HUT Kota Padang Panjang pada 1994 silam.
Informasi Nadjir Joenoes itulah yang mendorong Gubernur Sumbar Hasan Basri Durin pada HUT tahun 1994 itu, agar Pemko Padang Panjang bersama DPRD dan pihak terkait mengevaluasi hari ulang tahun kota Padang Panjang. Sebab, jika tradisi HUT dengan UU No.8/1956 tentang pembentukan Padang Panjang sebagai kota kecil itu dilanjutkan, generasi mendatang dikhawatirkan bisa lupa sejarah kotanya.