Tampilnya Padang Panjang jadi kota perlintasan kereta api Padang-Bukittinggi-Solok mulai 1890-an, memperkuat keberadaannya sebagai kota perlintasan. Sebab, sebelumnya sejak 1827 M juga sudah terbentang jalan raya Padang-Bukittinggi-Solok. Perkembangan itu, selain memacu perannya sebagai kota jasa, juga tumbuh jadi kota pelajar.
Perkembangan di sektor ekonomi, kota ini pernah tampil sebagai pusat perdagangan yang berpengaruh di Sumatera Tengah. Bahkan, untuk komoditi ikan kering berpengaruh di Sumatera. Di kota ini juga pernah ada pabrik kertas, pabrik pecah-belah, industri kulit dengan samak nabati dan aneka kerajinan dari kulit, penerbit/percetakan terkemuka di Sumatera Tengah, dan industri/kerajinan besi (pandai besi).
Perannya sebagai kota pelajar mulai tumbuh di awal abad ke-20. Awalnya, berdiri Perguruan Thawalib pada 1911 M di Jalan Prof. HAMKA, sekitar 150 meter arah utara dari Perguruan Diniyah Putri di Kelurahan Pasar Usang kini. Sebelum itu di Padang Panjang berdiri Normal School (sekolah guru) yang kini jadi kampus SMAN-1 Padang Panjang.
Pendirian Thawalib yang dipromotori oleh Haji Abdul Karim Amrullah (HAKA), ayah Buya HAMKA itu adalah pesantren pola klasikal pertama di tanah air. Ini inovasi dari pengajian pola khalaqah di Surau Jambatan Basi (Masjid Zuama’kini) sekitar 150 meter ke arah timur dari kampus Thawalib Putra sekarang.