Tahun 1999 Hamid Jabbar mendapat Penghargaan Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa melalui kumpulan puisinya yang berjudul Super Hilang Segerobak Sajak (1998).
Selain menulis puisi, Hamid Jabbar juga menulis cerpen. Sebagai penulis cerpen ia sangat ekstrem karena lari dari sistem konvensional. Gaya bahasa Hamid Jabbar bersifat simbolik.
Cerpen-cerpen Hamid Jabbar antara lain; (1) “Tak Harmoni” dalam Ulumul Qur’an, 1989, (2) “Tas” dalam Zaman, 6 April 1985, (3) “Pemberontak” dalam Amanah, 23 Agustus 1990, (4) “Membangun Kdiamat” dalam Amanah, 7–20 November 1986, (5) “Cerpen Kita, Merdeka dan Teler” dalam Pelita, 6 Agustus 1986, (6) “Sampah” dalam Singgalang, 15 Januari 1984, (7) “Tak Ada Tempat” dalam Kartini, 4–17 Januari 1982, (8) “Pamplet” dalam Dialog, 12–25 Juni 1921, (9) “Engku Datuk Yth. di Jakarta” dalam Kompas, 2 November 1980. (10) “Komkapanin” dalam Indonesia Raya, 10 November 1969.
Bersama Wisran Hadi, Hamid Jabbar sempat mendirikan Grup Bumi Teater di Padang. Kemudian di samping aktif melakukan studi tentang sastra dan budaya Minangkabau, ia juga mengikuti berbagai seminar sastra dan budaya, serta membacakan puisi-puisi di berbagai kota di Indonesia maupun di Malaysia dan Singapura. (Rel)