Untuk menjadi guru di era disrupsi, harus banyak membaca. Apakah itu membaca buku referensi, koran, majalah, jurnal, dan karya tulis ilmiah lainnya. Seorang guru jangan sampai minim informasi. Pengembangan diri guru disruption harus selalu di-update, jangan sampai terhenti.
Demikian juga dalam hal mengajar, penggunaan media infocus dengan menayangkan power poin sudah harus difamiliarkan oleh seorang guru. Seorang guru harus bisa membuat power point, mempergunakan word , exel, dan lain sebagainya.
Guru disrupsi, pasti bisa Microsoft office, tidak hanya sekadar berbicara di depan kelas saja, namun mampu mengelola kelas secara manual dan online. Ia mampu meng-upload materi atau bahan ajar ke system online. Tidak hanya menyuruh siswanya untuk meng-upload-kan, tapi ia juga aktif dalam pembelajaran secara online melalui group-group diskusi.
Guru di era disrupsi setiap hari selalu ada hal yang baru untuk disampaikannya kepada siswa. Hal itu bias terjadi karena guru tersebut rajin membaca. Guru tersebut tak semata-mata mengajar bersumber dari buku guru dan buku siswa serta LKS (Lembar Kerja Siswa) yang dibeli dari penerbit. Guru harus aktif menulis buku, modul dan bahan ajar bahkan membuat LKS untuk memenuhi kebutuhan mengajarnya. Materi-materi yang ia sampaikan lebih bisa diterima oleh siswa dengan situasi terkini, karena ia sudah menganalisis kebutuhan materi yang akan diajarkannya.