Gempa, Peringatan BMKG dan Sikap Kita

oleh

Oleh: Badrul Mustafa (Guru Besar Universitas Andalas)

Gempa Rabu (2/3/2016) malam yang berepisentrum sekitar 650 km sebelah barat (daya) Siberut/Mentawai menimbulkan perdebatan cukup hebat di tengah masyarakat. Perdebatannya yakni tentang peringatan dari BMKG: ” gempa berpotensi tsunami”. Kemudian banyak pertanyaan dari masyarakat, tepatnya kecaman, kenapa tidak berbunyi sirine evakuasi.

Menurut saya dibunyikannya sirine haruslah kalau ada kepastian bahwa tsunami terjadi. Kalau data awal hanya baru menyebutkan kekuatan gempa misalnya sekitar 8 SR, belum bisa dipastikan terjadi tsunami. Tergantung letak episentrumnya, apakah di daerah megathrust.

Nah, untuk menentukan episentrum gempa tersebut dibutuhkan waktu. Sementara masyarakat mendesak untuk mendapatkan informasi. Menurut saya tindakan BMKG sudah tepat, yakni menyebutkan gempa berpotensi tsunami. Yang salah adalah sikap masyarakat. Berpotensi tsunami tidak berarti ada tsunami. Tapi ada kemungkinan.

Nah, mestinya masyarakat responsnya adalah: BERSIAP-SIAP untuk evakuasi. Sekali lagi, bersiap-siap. Tidak langsung lari.

Sementara kita melihat/mendengar ada orang yang lari terbirit-birit, bahkan ada wanita dengan pakaian seadanya (auratnya nampak) saking paniknya dia. Ada yang keluar/lari tanpa mengunci pintu rumahnya sehingga seorang teman saya melaporkan ada tetangganya yang rumahnya dimasuki pencuri.

Kejadian seperti ini sering terjadi setiap terjadi gempa, yakni para pencuri yang mendapat kesempatan emas memasuki rumah-rumah yang ditinggal pergi evakuasi oleh pemiliknya tanpa dikunci.

Jadi bersiap-siap di sini adalah untuk menunggu informasi selanjutnya. Informasi lanjut ini bisa didapatkan melalui radio resmi siaga bencana seperti RRI dan Classy FM. Makanya masyarakat harus siapsiaga dengan radio transistor, atau fasilitas radio di smartphone-nya diaktifkan.

Kalau sudah dipastikan terjadi tsunami, barulah sirine dibunyikan. Bersiap-siap yang dilakukan sebelumnya (sekitar 5-10 menit) termasuk untuk mengambil ancang-ancang memilih cara dan kemana tempat evakuasi. Cara vertikal atau horizontal.

Terkait gempa Rabu (2/3/2016), karena episentrum gempa yang berpeluang besar (berpotensi) tsunami berada di sebelah barat kepulauan Mentawai. Maka intensitas tsunami yang sampai ke pantai barat wilayah Sumatera Barat tidak sebesar di Aceh.

Hamzah Latif dari ITB, Subandono dari UGM, Borero dari Eropa adalah ahli tsunami yang sudah membuat penelitian dan pemodelan untuk kota Padang dan pesisir Sumatera Barat. Hasilnya menurut peneliti ini bahwa run-up/genangan air yang masuk ke daratan kota Padang dan sekitarnya antara 6-10 meter dpl (di atas permukaan laut). Itu maksimumnya.

Artinya, maksimum itu terjadi kalau gempanya paling kuat, kedalaman pusat gempa paling dangkal. Tapi kalau tsunami maksimum itu terjadi, dampak yang parah akan dialami di kepulauan Mentawai. Dampak tsunami besar itu juga akan melanda pantai-pantai India dan Srilanka serta pantai timur Afrika.

Menarik dibaca