Sementara itu, anggota PPUU asal Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang menilai perlunya kajian tentang perlunya pengaturan BUMDes dibuatkan dalam sebuah payung hukum baru atau cukup untuk memperkuat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Selain itu, perlu ditentukan desa-desa yang memiliki BUMDes dengan kualitas yang baik sebagai percontohan. “Desa yang berhasil dalam mengembangkan BUMDes dapat menjadi contoh kajian dalam menentukan kerangka aturan dalam RUU ini,” ungkapnya.
Sementara itu dalam pemaparannya, praktisi Sosiologi Pedesaan dan Ekonomi Politik Lokal, Sofyan Syaf menjelaskan bahwa BUMDes belum menjadi fokus bagi gerakan ekonomi kerakyatan dikarenakan beberapa hal seperti rendahnya kualitas sumber daya manusia di pedesaan, tidak didukung dengan perencanaan bisnis berbasis data presisi dan keberadaan BUMDes yang belum mampu mengubah mindset generasi muda.
“Akibatnya BUMDes tidak mampu membuat desa menjadi berdaya, karena kehadirannya tidak berpijak pada kekuatan livelihood warga desa. Yang terjadi justru laju pembangunan pertanian dan desa melambat,” ujarnya.
Dosen Fakultas Ekologi Manusia IPB ini menilai fokus yang seharusnya didorong oleh DPD RI dalam pembahasan RUU BUMDes adalah mendorong pengembangan BUMDes ke arah ekonomi produktif, dimulai dengan pembenahan dari sektor hulu, onfarm hingga hilir. Memanfaatkan pemuda desa untuk manajerial juga merupakan kebutuhan yang mendesak.