Gadget Bagi Pelajar, Antara Kebutuhan dan Degradasi Akhlak

oleh

Oleh : Afrinila (Guru UPT SMPN 1 Koto XI Tarusan)

Gadget atau gawai adalah suatu piranti atau instrumen yang memiliki tujuan dan fungsi praktis secara spesifik. Dirancang lebih canggih dengan teknologi yang diciptakan sebelumnya. Perbedaan gawai dengan teknologi lain adalah unsur kebaruan berukuran lebih kecil (wikipedia)

Pesatnya kemajuan teknologi, gawai telah berubah fungsi, yang sebelumnya kebutuhan mewah menjadi kebutuhan pokok. Merasa ada yang kurang, jika kelupaan membawa gawai dalam perjalanan.

Apalagi kondisi pandemi covid-19 saat ini, gawai menjadi kebutuhan pokok dalam proses belajar mengajar (PBM). Peserta didik atau pelajar diharuskan untuk menggunakan gadget, lantaran PBM mengharuskan secara dalam jaringan (Daring).

Di satu sisi, gawai adalah kebutuhan yang harus digunakan dalam PBM. Namun, disisi lain, kehadiran gadget ditangan pelajar harus mendapatkan perhatian bagi orang tua. Bukan tidak mungkin, akan mendatangkan masalah yang cukup serius, khususnya pada perkembangan sosial anak-anak.

Pada awalnya, gadget atau sebeumnya dikenal dengan telepon genggam (handphone) hanya sekedar alat komunikasi, suara dan pesan singkat. Beberapa tahun berikutnya, perkembangan handphone begitu cepat. Handphone tidak lagi sekedar komunikasi suarn a dan pesan singkat. Berbagai aplikasi sudah terbenam dalam alat yang kecil tersebut. Handphone sudah berubah menjadi telepon pintar (smartphone).

Fungsi smartphone atau gadget telah menjelma menjadi perangkat serba bisa. Kondisi makin dilengkapi dengan teknologi informasi. Malahan saat ini telah memasuki generasi kelima (5G).

Kehadiran ragam aplikasi, telah menciptakan dampak negatif bagi peserta didik. Mereka hanya fokus pada benda kecil tersebut. Apalagi, adanya aplikasi game baik online maupun offline. Mereka, tidak lagi peduli dengan suasana lingkungan. Malahan, tidak sedikit dari mereka yang lalai terhadap tanggung jawab.

Lebih dari itu, anak menjadi candu dengan gadget dan fokus dengan beragam aplikasi yang ada. Hal ini jelas akan menimbulkan kecenderungan dan memiliki sifat anti sosial. Mereka akan sulit beradaptasi dengan lingkungan serta orang sekitar.

Pengaruh gadget juga berdampak terhadap kewajiban terhadap agama. Peserta didik lebih mengutamakan permainan dalam gawai ketimbang panggilan adzan. Kata tunggu dulu, menjadi hal yang jamak didengar dari peserta didik. Selain itu, mereka lebih giat untuk membaca pesan-pesan atau berita-berita media sosial yang cenderung kurang bermanfaat.

Hal lain yang juga menimbulkan kerusakan akhlak dengan membuat status tanpa sadar mengumbar segala perbuatan baik maupun perbuatan buruk kepada khalayak ramai. Gosip dan saling memberikan komentaran tidak pantas untuk orang lain bukanlah hal yang tabu di media sosial.

Kini perbuatan riya, ghibah, dan segala perbuatan tercela dapat dengan mudah dilakukan lewat perantara gadget yang amat luar biasa ini.

Malas adalah efek terrbesar yang ditimbulkan oleh gadget. Meskipun ukurannya amat kecil dan pas digenggaman, namun efek malas yang ditimbulkannya amatlah besar. Sekali saja ada orang yang menyentuhnya pasti orang itu akan meraasa candu dan malah untuk melakukan kewajiban.

Kesimpulannya, gawai akan berpengaruh besar terhadap kehidupan. Termasuk terhadap akhlak manusia. Kecanggihan yang di miliki gawai seringkali di salahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Gawai dijadikan sebagai media untuk mengumbar-umbar segala perbuatan baik yang telah dilakukan. Mengggosipkan suatu hal yang belum tentu benar, mengomentari perbuatan orang lain. Juga, mencari kesalahan-kesalahan orang lain.

Hal ini bukan berarti, tidak boleh memanfaatkan teknologi yang ada. Tapi penggunaan teknologi harus dilakukan sebaik mungkin. Gunakanlah gawai sebagaimana metinya agar bisa bermanfaat untuk kehidupan. Dengan kata lain, jadikanlah gawai untuk hal yang bermanfaat. Dan Jangan sampai jadi korban, lantaran meninggalkan hal yang wajib dan bermanfaat dalam kehidupan.

Menarik dibaca