Saya sih sebagai supir juga puas telah mewujudkan keinginan anak-anak. Ketika ditanyakan masalah klakson telolet itu dilarang telah melanggar peraturan lalu lintas, karena bisa menimbulkan kerawanan berlalu-lintas, bahkan bisa kena pidana atau denda Rp500.000,-.
Komentar Broto, kalau memang itu dilarang, kenapa tidak dari dahulu dilarang, ketika kawan saya sopir dari Sumatera Barat namanya Azwar orang Pariaman menjadi supir Sumatera Jawa dipasang klakson oto!. Azwar tetap ngotot, cerita masalah klakson yang berirama itu sudah sejak tahun 1980an di Ranah Minang, kenapa ndak dari dulu dilarang? ujar azwar, kata Broto menuturkan keterangan temannya bernama Azwar.
Bercerita tujuan kami memasang klakson telolet selain mempunyai daya tarik kepada calon penumpang, termasuk bisa menghibur para penumpang disamping hiburan dan ada kepuasan tersendiri. Disamping itu menciptakan telolet (klakson berirama) sebuah kreatifitas anak bangsa lho!.
Kalau masalah bisa menimbulkan rawan kecelakaan bagi anak, anak, itu memang berkemungkinan, mungkin anak-anak gegabah, kurang hati-hati, tidak melengok kanan-kiri, depan belakang ketika berlari-lari dalam terminal mengejar bus yang datang meminta Om Telolet Om!. Kami sebagai sopir senior Insya Allah sangat hati-hati. Ketika saya capai danter kantuk, istirahat sejenak dirumah makan sambil ngopi. Tetapi kalau suatu saat terjadi anak-anak yang minta om telolet om itu terkena musibah kecelakaan, terserempet motor atau lainnya, bukan bus yang saya bawa, wah itu memang anak tersebut lagi apes. Namun setidak-tidaknya janganlah!. Pinta Broto. Aduh sangat menarik penuturan Broto ini.