Arsyad merujuk pada rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 5. Ia beranggapan standar benar dan salah dari sebuah aktivitas seksual tidak lagi berdasar nilai agama dan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun persetujuan dari para pihak.
“Hal ini berimplikasi selama tidak ada pemaksaan, penyimpangan tersebut menjadi benar dan dibenarkan. Meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah,” ucapnya.
Dilanjutkan DFB, harusnya hal hal seperti ini yang juga ikut disuarakan oleh ulama ulama dan ormas Minangkabau dengan kecerdasan berpikirnya serta menyuarakannya ke DPRD Sumbar untuk ditindaklanjuti secara politik sampai ke tingkat pusat.
Video Pilihan : Nyanyian Bocah Tuna Netra yang Menyayat Hati
“Banyak hal krusial di sekitar kita yang memerlukan ulama dan ormas hadir untuk menyelesaikannya” jelas FDB.
Dan satu hal yang tak kalah penting dan menjadi kerisauan orang minang di ranah maupun di rantau, adalah soal maraknya di ranah minang Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Termasuk narkoba yang sangat menghantui para orang tua di Minangkabau.
“Ini persoalan yang kita hadapi hari ini di Ranah Minang. Masa depan anak cucu kita terancam. Mungkin, hal hal inilah yang perlu kita keroyok bersama sama dalam memberantasnya. Karena kasus ini ada di lingkungan terdekat kita,” pungkas FDB. (Rel)