PADANG, SpiritSumbar.com – Dalam tata kehidupan masyarakat Minangkabau, perempuan telah memiliki sistem nilai, norma yang berasal dari kearifan lokal.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Provinsi Sumbar Dr. H. Fauzi Bahar, M.Si Datuak Nan Sati memaparkan makalahnya dalam Muswil dan Seminar Nasional Himpunan Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol, Senin (27/6/2022).
Norma itu tertuang dalam aturan tidak tertulis yang dikenal dengan “Sumbang Duo Baleh”, yang mengatur tingkah laku perempuan Minangkabau. Agar tidak menyimpang dari kordrat dan status sosialnya di dalam masyarakat.
“Sumbang, jangga atau cando adalah perbuatan yang kurang baik. Ini harus dihindari perempuan Minangkabau dalam kehidupan sehari-hari. Karena bisa mendatangkan malu bagi suku atau kaumnya,” ujarnya.
Menurut Datuak Nan Sati, Sumbang Duo Baleh itu adalah meliputi sumbang duduk, sumbang tagak, sumbang bajalan, sumbang kato, sumbang caliak, sumbang makan, sumbang pakai, sumbang karajo, sumbang tanyo, sumbang jawek, sumbang bagaua dan sumbang kurenah.
“Sumbang Duo Baleh adalah aturan sopan santun yang merupakan salah satu warisan budaya Minangkabau,” ujar Fauzi Bahar Dt. Nan Sati.
Sebagai contoh “Sumbang Duduk” disebutkan Ketum LKAAM Sumbar ini, sebaik-baik duduk bagi perempuan Minangkabau adalah bersimpuh, bukan bersila seperti laki-laki.
Yang paling tercela bagi perempuan adalah duduk jongkok, atau duduk dengan sebelah kaki diangkat seperti orang laki-laki duduk di warung kopi.
“Jika perempuan Minangkabau duduk di kursi, maka rapatkan paha, sebaiknya menyamping sedikit. Jika menggunakan rok pendek maka kaki yang ditindihkan. Begitu pula jika naik sepeda motor maka kaki jangan sampai dikangkangkan,” kata Ketum LKAAM Fauzi Bahar yang didampingi Ketua Harian LKAAM Sumbar Dr. Amri Amir, M.Pd Datuak Lelo Basa.
Kemudian, perempuan Minangkabau jangan sampai “Sumbang Jalan”. Maksudnya adalah berjalan sebaiknya tidak sendiri, sebaiknya ada kawan, setidak-tidaknya anak kecil.
Kalau perempuan berjalan sendiri ibaratnya elang lepas, dan bisa dipandang rendah oleh laki-laki. Dan kalau berjalan jangan terlalu terburu-buru, berjalanlah dengan baik, lemah gemulai.
Jika berjalan dengan orang tua atau dengan laki-laki maka perempuan Minangkabau agak di belakang sedikit.
Dalam berkata-kata, maka perempuan Minangkabau diatur dengan “Sumban Kato”. Maksudnya adalah bicaralah dengan lemah lembut, dudukkan persoalan satu persatu, jangan tergesa-gesa. Jika orangtua sedang berbicara jangan dipotong.
“Jangan sampai berbicara kotor ketika orang sedang makan. Atau jangan bicara soal kematian ketika menjenguk orang sakit,” kata Ketum LKAAM Sumbar Fauzi Bahar Datuak Nan Sati, yang juga mantan Wali Kota Padang periode 20024-2014.
Seminar nasional yang dimoderatori oleh Dosen PGMI UIN Arief Arafat Hankam, M.Pd ini berlangsung hangat, karena topik yang disampaikan Ketum LKAAM Sumbar Dr. Fauzi Bahar, M.Si Datuak Nan Sati sangat menarik. Sehingga pada sesi tanya jawab banyak sekali mahasiswa yang ingin menggali lebih jauh tentang “Sumbang Duo Baleh” dan tentang adat Minangakabau secara umum.
Tema dari Muswil adalah Himpunan Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol ini adalah “Dengan Muswil kita wujudkan IMPI yang edukatif, kompetatif, sportifitas dan smart” dan tema seminar adalah “Mengembangkan serta menumbuhkan semangat pendidikan di era modernisasi dengan tetap menjaga nilai-nilai adat Minangkabau”.