Selain itu, Ajiep juga menyoroti tentang kendala UMKM dalam hal akses modal dan pendanaan. Sebagian besar UMKM masih sulit untuk mendapatkan pinjaman dana sehingga sulit untuk mempertahankan kelangsungan usahanya. Penguatan permodalan koperasi yang selama ini diserahkan kepada Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) dinilai tidak menjadi solusi bagi para pelaku usaha. “LPDB lebih baik dibuat menjadi bank koperasi, kalau pemerintah mau serius ya harus membangun bank perkoperasian secara spesifik,” katanya.
Senada dengan Ajiep, Haripinto Tanuwidjaja asal Kepulauan Riau mengungkapkan adanya beberapa proposal pengajuan permodalan yang dilakukan oleh KUMKM yang ditolak oleh LPDB tanpa disertai oleh penyebab penolakan yang jelas. “Penyaluran KUR sangat kecil. Saya bahkan tidak mendengar gaung dari pendampingan dari pemerintah bagi para pelaku usaha,” tambahnya.
Keprihatinan juga diungkapkan anggota Komite IV DPD RI daerah pemilihan DIY, Cholid Mahmud. Ia menilai pemerintah belum menaruh perhatian yang serius terkait pengembangan Koperasi dan UMKM karena anggaran yang dialokasikan untuk Kementerian Koperasi dan UMKM jumlahnya minim. “APBN kita jumlahnya mencapai Rp. 2504 triliun dan alokasi untuk Kemenkop tidak sampai Rp. 1 trilin. Artinya Negara belum memiliki perhatian serius terhadap Koperasi dan UMKM,” ujarnya.