Sementara itu Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksdya TNI Aan Kurnia menjelaskan tata kelola keamanan laut yang ideal adalah melalui penyederhanaan peraturan. Menurutnya, tata kelola keamanan laut tersebut perlu dikelola dalam satu pintu. Dengan demikian, akan tercipta sistem kewaspadaan maritim.
“Dapat dilihat dari adanya tumpang tindih kewenangan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia, yang dampaknya cukup dirasakan oleh pelaku ekonomi. Seperti pemeriksaan para pelaku ekonomi. Menurut dia, para pelaku ekonomi sering diperiksa oleh aparat yang berbeda untuk obyek hukum yang sama. Ini berimplikasi pada peningkatan biaya logistik,” tambahnya.
Asisten Operasi (Asops) Kasal, Laksda TNI Didik Setiyono memaparkan bahwa TNI AL mendukung peran BAKAMLA melalui sinergitas dan unity of effort dengan tidak mengurangi kewenangan dan tugas masing-masing kementerian lembaga.
“Stabilitas dan keamanan maritim tidak dapat dilakukan hanya oleh satu institusi. Sistem keamanan laut nasional harus didukung kebijakan terpusat sebagai bentuk political will dan pola operasi terintegrasi. Sehingga, mutlak memerlukan ketegasan dan dukungan politik pemerintah,” terangnya.
Kasal tahun 2002-2005 Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh mendukung upaya penguatan Bakamla sebagai garda terdepan Coast Guard dalam sistem keamanan maritim nasional.
Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Arie Afriansyah menilai perlu ada kajian mendalam tentang tumpang tindih kewenangan penegakan hukum di laut, baik positif maupun negatif. Menurutnya, pemerintah juga perlu membahas tindak lanjut keamanan laut yang menghasilkan konsep RPP sebagai solusi jangka pendek yang menggabungkan UU Nomor 32/2014 tentang Kelautan dan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.