Isa Kurniawan (Koordinator Komunitas Pemerhati Sumbar/ Kapas)
Sah-sah saja Mulyadi (Anggota DPR RI / Ketua Partai Demokrat Sumbar) digadang-gadang maju dalam Pilkada Sumbar 2020 mendatang.
Tapi dengan tidak mengurangi rasa hormat, izinkan saya pesimis dengan itu. Kenapa? Ada dilema. Melihat contoh ke yang sudah kata orang, saya berpandangan kejadian pada Pilkada Sumbar 2015 akan kembali terulang.
Saat Pilkada Sumbar 2015, Mulyadi merupakan kandidat kuat untuk bisa mengalahkan petahana Irwan Prayitno. Berbagai sosialisasi pun sudah di sebar di seluruh Sumbar. Tapi pas diujung, Mulyadi hilang awan.
Beredar khabar, Mulyadi hanya mau bertarung kalau ada 2 pasang saja, head to head dengan Irwan Prayitno. Saat itu memang sudah ada calon lain yang petahana juga, Muslim Kasim (Wakil Gubernur Sumbar saat itu) yang berpasangan dengan Fauzi Bahar (mantan Walikota Padang).
Kedua, pada Pileg 2019 lalu untuk yang ketiga kalinya Mulyadi berhasil terpilih menjadi Anggota DPR RI dari dapil Sumbar 2 dengan suara pribadi yang signifikan, 144.954 suara. Tertinggi di Sumbar.
Inilah yang kemudian menambah semangat untuk ikut di Pilkada Sumbar 2020. Tapi yang harus menjadi catatan, Anggota DPR RI periode 2019 – 2024 itu dilantik Oktober 2019, kemudian apakah 6 bulan berikutnya Mulyadi siap untuk mundur karena ikut sebagai calon? Dilema, seperti halnya di Pilkada Sumbar 2015.
Melihat hasil Pileg 2019 lalu, Pilkada Sumbar 2020 mendatang berpotensi diikuti 3 pasang calon, di antaranya ada nama Kapolda Sumbar Irjen. Pol. Fakhrizal, sama-sama lahir di Bukittinggi, sebagaimana Mulyadi, dan sama-sama berbasis di Kabupaten Agam.
Jadi kalau ada 3 pasang yang ikut -satunya lagi petahana Nasrul Abit (Wakil Gubernur Sumbar / Ketua Gerindra Sumbar), maka suka atau tidak suka tentunya Mulyadi harus menghitung ulang langkahnya. Bentrok irisan yang sama dengan Fakhrizal ini juga dilema.
Tidak ada jaminan bahwa dengan suara pribadi yang fantastis saat Pileg 2019 baru lalu, Mulyadi bisa dengan mudah memenangkan Pilkada Sumbar 2020.
Suasana elektoralnya jelas beda, dan lagi lawan pun bukan sembarangan pula. Sebagai awal yang baik, dan modal besar untuk maju di pilkada, ya. Tapi tidak bisa serta merta ditarik garis lurus bahwa hal yang sama bisa terjadi di Pilkada.
Untuk itu, dilema Mulyadi sebenarnya peluang bagi Fakhrizal. Tinggal bagaimana meyakinkan Mulyadi –khususnya Ketua Umum Partai Demokrat SBY– untuk mengizinkannya bertarung di Pilkada Sumbar 2020.
Sebagai kader Partai Demokrat. Biarlah Mulyadi dijalurnya yang cocok di legislatif, dan mendorong / mendukung Fakhrizal sebagai bagian dari Partai Demokrat di pilkada (eksekutif). Poinnya, saat menjadi calon, Fakhrizal sudah menjadi kader / pengurus partai berlambang mercy itu.
Menghadang Jalan Dengan Resepsi Pernikahan