Kemudian, jarang bahkan absennya sosok teladan yang suka membaca dan menulis di institusi tersebut. Kita mesti akui kalau elit organisasi belum memberikan bukti. Tampaknya akan sulit menggemukkan seruan literasi ini.
Selain itu, komentar miring biasa datang dari mereka, membaca dan menulis itu hanya dilakukan orang-orang yang tak punya pekerjaan, hanya membuang-buang waktu atau mereka yang pemalas saja. Padahal dengan melakukan keduanya, akan mengasah kepekaan sosial dan mempertajam intelektual kita.
Padahal, dengan kondisi rendahnya minat baca di kalangan ASN, mereka dihadapkan lagi dengan kondisi yang berkembang dalam masyarakat luas pada saat ini, dalam hal penggunaan media sosial (medsos).
Yakni, masifnya berbagai informasi negatif yang tidak sejalan dengan kemampuan masyarakat untuk memfilter kebenaran dari sebuah informasi yang beredar tersebut. Padahal, ini berpotensi merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Hoax, hasutan, ujaran kebencian semakin marak beredar di dunia maya.
Jika melihat kembali kepada hasil survei dari studi Most Littered Nation In the World 2016 tentang budaya literasi di Indonesia masih sangat rendah dan jauh tertinggal. Dari 61 negara yang diteliti tingkat literasinya, menempatkan Indonesia di urutan ke-60 setelah Bostwana (Peringkat kedua dari bawah).