“Harapan masyarakat penghuni Tanah Ijo Surabaya, DPD RI dapat ikut mendorong penyelesaian permasalahan ini, agar dilakukan restrukturisasi dan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan. Menjadikan sebagai TORA sesuai Perpres No 86 tahun 2018. Memperolah hak atas tanah khususnya SHM. Mencabut HPL atas nama Pemerintah Kota Surabaya. Mencabut Peraturan Daerah tentang Izin Pemakaian Tanah beserta retribusinya,” ucap Farid.
Pada kesempatan yang sama Ketua P2TSIS Endung Sutrisno menjelaskan, bahwa terdapat dugaan maladminstrasi berkenaan dengan penerbitan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) oleh BPN Tahun 1997 untuk Pemerintah Kota Surabaya, sedangkan di atas tanah tersebut secara fisik dihuni/didiami oleh rakyat lebih dari 20 tahun. Selain itu, masyarakat diharuskan membayar sewa kepada pemerintah kota, juga rakyat yang melakukan usaha kecil dan menengah dibebani juga retribusi persetujuan HGB di atas Hak Pengelolaan, partisipasi pembangunan kepada anggota P2TSIS yang berusaha di bidang Lembaga Sertifikasi Profesi.
“Pokok masalah masyarakat dari hak atas tanah dan keberatan atas retribusi ijin sewa atas tanah, sebelum 1997 masyarakat Surabaya yang mendiami tanah sudah sekian lama, tapi kemudian diklaim oleh Pemkot Surabaya melalui HPL dan disetujui dengan syarat tanah yang diduduki harus diselesaikan dan hak atas tanah harus diberi HGB, kemudian bila dilimpahkan ketiga harus ada ijin menteri ATR/BPN, apabila 3 hal ini tidak dilaksanakan otomatis HPL oleh Pemkot Surabaya harusnya cacat hukum dan batal demi hukum, tapi kami tidak pernah diajak dialog,” jelasnya.