Spiritsumbar.com | Painan – Dosen Fisip Unand, Dr Asrinaldi, mengatakan bahwa beban pemilu 2019 yang dilaksanakan secara serentak atau pemilu concurent akan terasa semakin berat.
Dan bagi Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) pemilu 2019 tersebut juga merupakan bukan tantangan yang tidak ringan.
“Bukan dari konteksnya saja, tapi bagaimana mampu memahami dari masing-masing aturan dan setiapnya ada kerawanan atau potensi masalah”terang Asrinaldi saat menjadi narasumber dalam kegiatan Seminar dan Diskusi Sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019 yang digelar oleh KPU Pessel, di Hannah Hotel, baru ini.
Kegiatan sosialisasi yang mengundang 13 Partai politik yang hadir saat itu mengangkat dua tema, yakni Pemilu 2019 dan potensi sengketa hukum serta prosedur penyelesaiannya. Narasumbernya, Charles Simabura, SH, MH (Dosen Fakultas Hukum Unand). Dimoderatori oleh Toni Marsi, SH, MH, M. Kn (Kordinator Divisi Hukum KPU Pessel).
Dan kedua, Isu-isu krusial pada pemilu 2019 dan potensi konflik politik serta antisipasinya, dengan Narasumber, Dr Asrinaldi (Dosen Fisip Unand) Dimoderatori oleh Riswandy S.Pd ( Kordinator Divisi Perencanaan dan Data KPU Pessel).
Asrinaldi menjelaskan dasar hukum pelaksanan pemilu 2019 yaitu UU No 7 TH 2017 yang menggabungkan 3 UU sebelumnya No 42 TH 2008 tentang Pilpres No 15 TH 2011 tentang penyelenggaran pemilu dan UU No 8 TH 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, DPRD.
Dia menyebutkan perlunya pengawasan dan penguasaan aturan UU dan turunannya penguasaan proses yang diatur.
Jelas dia, potensi pelanggaran yang terjadi dalam pemilu kebanyakan terjadi pada kualitas penyelenggara di tingkat bawah.
Namun, sebut dia, ada 4 isu krusial yang perlu dipetakan dan disorot. Antara lain, Penyelenggara, Peserta, Pemilu dan Aturan.
Dijelaskan, sebagai penyelenggara harus bersikap profesional. Dan yang paling penting adalah punya kompetensi yang baik . Kemudian ada komitmen dan integritas, daya tahan dan disiplin kerja serta pengetahuan tentang kode etik.
Seterusnya, untuk peserta parpol yang menjadi persoalan seperti konflik internal, masalah verifikasi menyangkut keabsahan parpol serta kematangan berpolitik dari anggota partai itu sendiri.
Sedangkan dari pemilih, tidak lepas dari karakteristik daerah, sosial budaya dan ekonomi, partisipasi politik, dan pengetahuan tentang hukum pemilu.
“Dalam pemilihan, Persoalan dalam politik kita bahwa masayarakat kita bukan masayarakat ideologis dalam memilih. Apakah mereka akan memilih partai yang pernah dipilih sebelumnya pada masa akan datang?. Belum tentu!”ujarnya.
Dikatakan kepercayaan masyarakat menjadi berkurang disebabkan oleh beberapa oknum politisi yang memperlihatkan contoh yang tidak baik.
Hal ini bisa saja seperti janji -janji politik oleh para politisi yang diuber semasa kampanye dan tidak direalisasikan ketika kekuasaan yang diinginkan telah diraihnya.
Akhirnyaa masyarakat beranggapan politik itu kotor. Padahal bukan. Politik itu mengajarkan tentang norma-norma. Dan yang kotor hanya politisi yang melakukan hal kotor “sebutnya.
Sambungnya, dari sisi aturan hukum ada tiga bagian yang menjadi krusial dalam pemilu yakni penegakan hukum, budaya hukum masyarakat, dan keadilan putusan.
“Jangan sampai yang seharusnya menang dikalahkan. Ininya perlu penegakan hukum”tukasnya
Sementara, Epaldi Bahar, Ketua KPUD Pessel mengatakan dengan diadakan sosialisasi tersebut kepada parpol yang diundang hendaknya dapat memberikan pemahaman yang sama tentang tahapan -tahapan pemilu 2019 nanti.
Karna dalam sosialisasi itu lebih fokus menyampaikan pokok -pokok pikiran tentang UU Pemilu No 7 TH 2017.
Dari 16 parpol yang diundang, hanya 12 parpol yang hadir, untuk selanjutnya, kata Epaldi sehendaknya bisa dihadiri menyangkut kepentingan terkait dan informasi penting lainnya.(Niko).