Padang Panjang, Spiritsumbar– Penerbit legendaris Balai Pustaka yang saat ini berusia 105 tahun menerbitkan novel “Rumah di Tengah Sawah” karya penulis Padang Panjang, Muhammad Subhan.
Novel yang pernah terbit secara indie kemudian lolos di perhelatan sastra Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) 2017 itu direkomendasikan menjadi bacaan literasi siswa, khususnya untuk kalangan SD, SMP, dan SMA sederajat.
“Saya bersyukur novel ini diterbitkan Balai Pustaka, penerbit buku-buku sastra berkualitas yang sejak SMP buku-buku itu sudah saya baca di perpustakaan sekolah,” ujar Muhammad Subhan yang juga founder Kelas Menulis Daring (KMD) elipsis kepada media ini, Jumat (23/12).
Novel “Rumah di Tengah Sawah” berkisah tentang petualangan tiga sahabat Agam, Bondan, dan Anton yang tinggal di pemukiman rumah di tengah sawah dengan segala suka duka mereka.
Kematangan sikap hidup bersahabat membuat ketiga anak yang berlatar keluarga kurang mampu itu membuat mereka bahu-membahu membantu orang tua Agam dan Anton yang terimpit masalah.
Kehidupan di tengah sawah juga mengharuskan anak-anak rumah di tengah sawah berakrab-akrab dengan alam, seperti siap bertemu ular, lintah, kelelawar, dan hewan sawah lainnya.
Beberapa permainan tradisional yang dimainkan anak-anak rumah di tengah sawah seperti adu layangan, patok lele, kelereng, dan lainnya mengingatkan keasyikan pembaca pada kehidupan generasi era ’80 dan ’90-an.
Kebahagiaan anak-anak rumah di tengah sawah bersama keluarga mereka akhirnya tercederai oleh peristiwa penggusuran yang mengharuskan mereka mengubur mimpi dan meninggalkan kenangan masa kecil di lahan rumah di tengah sawah.
Redaksi Balai Pustaka memberikan catatannya pada pembukaan novel ini, bahwa kegembiraan datang silih berganti dengan kesedihan, seolah saling bertukar tempat, seperti halnya situasi serius dan tegang yang saling berselang-seling dengan canda maupun senda gurau yang mengendurkan urat-urat syaraf.
“Melalui novel ini kiranya para pembaca dapat melihat betapa semua hal di dalam kehidupan bergerak dinamis dan tidak satu pun yang diam. Semua hal bergerak menuju kondisi seimbang,” tulis Balai Pustaka.
Selain sebagai penulis, Muhammad Subhan juga dikenal sebagai motivator kepenulisan, content creator, dan pegiat literasi Padang Panjang, Sumatra Barat. Ia menggeluti dunia jurnalistik sepanjang tahun 2000—2010 dan dipercaya penyair Taufiq Ismail mengurus Rumah Puisi sekaligus menjadi Instruktur Sanggar Sastra Siswa Rumah Puisi pada 2009—2012.
Sejak tahun 2000 hingga sekarang, ia menulis cerpen, puisi, novel, esai, dan artikel di sejumlah media massa lokal dan nasional. Ia penulis undangan Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) 2017. Puisinya terpilih tiga terbaik Banjarbaru Rainy Day Literary Festival 2019. Esainya terpilih sebagai tiga terbaik Festival Sastra Bengkulu 2019. Ia juga penerima Anugerah Literasi dari Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (2017) dan Penerima Pin Emas sebagai Pegiat Literasi dari Wali Kota Padang Panjang (2018). Pada November 2022, ia diundang Perpusnas RI sebagai pembicara pada Perpusnas Writers Festival (PWF) di Perpusnas RI, Jakarta.
Selain itu, ia juga sering diundang menjadi juri dalam lomba-lomba kepenulisan tingkat lokal dan nasional serta tampil sebagai pembicara di berbagai forum dan pelatihan/seminar tentang kepenulisan/jurnalistik/sastra/literasi di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia. Ia melakukan perjalanan jurnalistik/sastra/literasi di sejumlah kota di Indonesia, Kualalumpur, Melaka, Seremban (Malaysia), dan Singapura.
Saat ini ia berdomisili di pinggir Kota Padang Panjang, Sumatra Barat, mengelola Kelas Menulis Daring (KMD) elipsis dan mengembangkan majalah digital elipsis sebagai media alternatif yang mewadahi karya pegiat-pegiat literasi dan penulis-penulis muda Indonesia. Kegiatan sastra dan literasi yang digelutinya dapat dilihat di Instagram @muhammadsubhan2. (rel)