Padang Panjang, Spiritsumbar– Luas area kawasan kumuh di Kota Padang Panjang sudah turun dari sekitar 44,7 Ha pada 2020 jadi 24,4 Ha (2021). Angka 24,4 Ha itu tentu saja masih masalah serius bagi kota kecil 2 kecamatan 16 kelurahan. Apalagi lokasinya tersebar di 9 kelurahan, hanya 7 kelurahan yang tidak.
Kondisi itu terungkap lewat dua sesi pendahuluan dari empat hari (3-6/10) Lokakarya dan pelatihan pemanfaatan serta pemeliharaan infrastruktur terbangun terkait program Kotaku (Kawasan tanpa kumuh) yang digelar oleh Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Sumatera Barat (BPPW-Sumbar) di Padang Panjang, Senin (3/10).
Tampil sebagai narasumber pada dua sesi pendahuluan itu, pertama, Kepala Bappeda Kota Padang Panjang, Rusdianto diwakili oleh Kabid Esdai, Erni tampil dengan topik; Koordinasi pembangunan perumahan pemukiman. Kedua, Kepala Dinas Perkim-LH, Alvisena, topik; Profil penanganan (kawasan) kumuh di Padang Panjang.
Dari paparan Kadis Perkim-LH (Perumahan Pemukiman dan Lingkungan Hidup) Kota Padang Panjang, Alvisena mengungkap, sebanyak 7 kelurahan yang tidak lagi masuk catatan lokasi kawasan kumuh pada 2021 yakni Silaiang Ateh, Balaibalai, Pasausang, Pasarbaru, Tanahhitam, Kotokatik dan Tanah Paklambiak.
Perkembangan tadi dampak dari pembangunan fasilitas umum (fasum), antaralain pembenahan aliran sungai, riol/drainase. Berikut, septic tank komunal, peningkatan mutu jalan setapak di pemukiman, pedestrian, taman ramah anak, taman vertikal, rehab sebagian rumah tidak layak huni, di samping peran pekerja kebersihan dan warga.
Terkait penurunan area kawasan kumah tadi, Ketua Forum Kota Sehat (FKS) Padang Panjang, Aryanto yang juga Ketua Forum PKP kota itu, mengusulkan perlu dievaluasi lagi. Sebab, kondisi di lapangan ada lokasi kumuh yang sudah bersih. Usulan ini disambut positif oleh Kadis Perkim-LH, Alvisena dan Kabid Esdai Bappeda, Erni.
Di luar dari persoalan yang disampaikan oleh Aryanto, upaya Pemko Padang Panjang mempercepat kota ini terbebas dari kawasan kumuh, Kabid Esdai Bappeda, Erni menyebut ada 7 program terkait yang hendak direalisasikan. Ketujuh program itu menurut Erni, alumni S2 planologi di Belanda tersebut, terdiri;
- Penyiapan kader sanitasi berbasis masyarakat yang bertugas melakukan pendataan
- Membangun jamban aman 1.772 KK lewat APBD Kota/Prov, APBN, CSR & BAZNas
- Penghargaan utk pengelola IPAL komunal terbaik dan warga yg punya jamban aman
- Layanan jemput sampah terpilah untuk disetorkan ke bank sampah
- Kebijakan pengurangan kemasan plastik melalui 3-R
- Setoran tabungan sampah lewat kerjasama dgn bank & pegadaian tabungan Sampah
- Penghargaan bagi warga, siswa, swasta, dll yg lalukan penanganan sampah terbaik
Indi Rama, koordinator dari BPPW-Sumbar yang menggelar Lokakarya itu, menyebut kepada pers kegiatan tersebut adalah bagian dari upaya melibatkan peran warga masyarakat dalam memelihara infrastruktur yang sudah terbangun di kota ini, seperti infrastruktur yang terkait dengan program Kotaku.
Sebab, kata Indi, didampingi Roza (staf BPPW-Sumbar) dan Riri (moderator dari UPI Padang), untuk memelihara fasum itu perlu ikut peran warga, tidak cukup pemerintah saja. Terlebih fasum yang dibangun oleh pusat yang belum diserahkan ke daerah, seperti pedestrian di Jalan Soekarno-Hatta, Padang Panjang.(jym/yet).–