Oleh: Saribulih
Berbagai slogan dan kebijakan dilakukan pemerintah untuk menciptakan generasi yang berkharakter dan berakhlak mulia. Tidak cukup dalam kurikulum, upaya menciptakan generasi yang baik itu juga ditambah dengan berbagai kebijakan.
Malahan, berbagai kebijakan itu lahir pada seluruh level pemerintahan. Mulai dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Lebih detil lagi, kebijakan sekolah juga memiliki ruang jika menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Apalagi, kebijakan sekolah ini juga didukung oleh aturan Manajemen Berbasis Sekolah.
Anehnya, begitu banyak aturan dan kebijakan yang tujuannya untuk memanusiakan manusia itu, generasi muda itu makin tak terkendali dan bukan mustahil lagi dikatakan biadab?
Dalam teori psikologi lingkungan menegaskan manusia dan lingkungan merupakan dua faktor yang terus berinteraksi dan terus saling mempengaruhi. Malahan, perilaku manusia bisa merubah lingkungan. Misalnya manusia menebang hutan, sebaliknya lingkungan sangat berpengaruh terhadap bagaimana manusia berperilaku.
Di satu sisi lingkungan bisa membentuk diri. Artinya, perilaku yang dibatasi oleh lingkungan dapat menjadi bagian yang menetap dalam diri yang menentukan arah perkembangan kepribadian di masa yang akan datang.
Dalam kondisi ini, betapapun bagusnya kurikulum, kebijakan dan aturan jika tatanan kehidupan rusak, maka akan menciptakan generasi rusak. Kalau mau jujur, hampir setiap hari generasi muda melihat ketidakjujuran dalam kehidupan. Maka betapapun selama ini mereka jujur, maka karakter baik mereka itu lambat laun akan tergerus. Pada akhirnya, kejujuran malah bisa hilang sama sekali.
Baca: Bau Tak Sedap Hinggapi Penerimaan Siswa SMP Jalur Mandiri
Dalam beberapa hari belakangan, pemberitaan kegamangan para aparat dan pengambil kebijakan terhadap prilaku generasi muda. Mulai dari begal, geng motor dan hal lebih besar lagi kasus asusila dan narkoba.
Namun sangat disayangkan, para aparat tidak pernah mengemukakan latarbelakang kehidupan generasi muda yang ditangkap. Apakah mereka dari latarbelakang keluarga prasejahtera atau kaya raya. Apakah, dari anak pejabat atau keluarga melarat.
Walau begitu, berbagai kesimpulan sebenarnya bisa saja ditarik. Kalau, tindakan mereka balapan liar atau geng motor, sudah pasti mereka berasal dari kaum berada. Mana ada anak orang miskin yang mobil untuk balapan atau motor untuk aksi begal, bro.
Bukan mustahil, jiwa mereka sudah rusak lantaran selalu disuapi dengan ketidakjujuran. Mereka, dipaksa mengambil hak orang lain dalam menempuh pendidikan. Kekuasaan atau lembaran uang menjadi penentu proses pendidikan mereka.
Maka jadilah otak mereka menjadi rusak dan tercipta manusia bengal dengan tingkah laku berandal. Mereka berada di sekolah favorit tapi pola pikir mereka sempit dan picik.
Kalau toh juga ada yang berasal dari keluarga miskin, paling paling hanya ikut ikutan. Malahan, mereka ini bukan mustahil memiliki intelegensi yang bagus. Pada golongan ini, bukan mustahil pendidikannya terampas oleh golongan berjuis dan pejabat. Semestinya mereka diterima pada sekolah proses pendidikan yang bagus, namun tereleminir oleh lembaran uang kaum berjuis atau kekuasaan para pejabat.
Tidak bisa dipungkiri, jika anak cerdas apabila kemampuannya tidak tersalurkan mereka akan menjadi nakal. Malahan, bukan mustahil mereka ini akan bertindak liar. Maka jadilah mereka ini ikut serta menjadi preman jalanan.
Jadi berkembangbiaknya tindak kriminal di kalangan generasi muda, tak terlepas dari racun yang disiramkan pada dunia pendidikan. Para pejabat dan kelompok kaya raya berlomba lomba menyiramkan racun tersebut pada setiap kesempatan.
Baca: Tabrak Satpol PP, Geng Motor di Padang Sudah Bergaya Teroris
Sepertinya, adanya penerimaan siswa melalui jalur mandiri di Kota Padang pada tahun ini. Kondisinya sudah seperti kentut di tengah masyarakat. Baunya sudah menyeruak kemana mana, namun pihak yang terkentut tetap sok bersih yang kadangkala bersumpah atas nama agama. Namun, saat diminta untuk melakukan pembuktian, mereka selalu mengelak dan saling lempar tanggung jawab.
Jadi bukan mustahil, inilah benih generasi muda yang sudah teracuni ketidakjujuran. Mereka jadi manusia brutal tanpa memahami lagi arti kemanusiaan. Yakni, mereka yang berasal dari keluarga yang termakan sumpah, melakukan kolusi dan nepotisme terutama dalam dunia pendidikan.