SPIRITSUMBAR.COM – Sudah semestinya, setiap siswa harus aktif, bersemangat dan antusias saat melakukan pembelajaran dalam sebuah kelas.
Begitu juga dalam proses pembelajaran, ruang kelas boleh heboh untuk berdiskusi, berbagi pendapat, mengeksplorasi gagasan, dan mengembangkan kreativitas siswanya.
Akan tetapi yang terjadi kadangkala sebaliknya. Suasana kelas terasa sepi bak suasana di atas kuburan. Guru saja yang sibuk menjelaskan materi di depan kelas. Sementara siswanya hanya duduk dan diam terpaku mendengarkan penjelasan guru.
Bahkan ada yang mengangguk-angguk dalam suasana terkantuk-kantuk dan kurang memiliki motivasi untuk belajar. Saat guru bertanya, siswa yang mau menjawab hanya satu atau dua orang siswa saja dan biasanya itu-itu saja orangnya.
Kalaulah demikian kondisinya, bagaimana pembelajaran yang menyenangkan akan bisa terwujud?
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru untuk mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan. Diantaranya adalah kemampuan awal siswa, kesulitan belajar, minat, kondisi psikologis, gaya belajar dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, cara dan strategi pembelajaran yang dilakukan guru tidak bisa disamaratakan terhadap semua siswa yang ada di dalam kelas. Inilah yang selama ini kita kenal dengan istilah pembelajaran yang berdiferensiasi.
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang berpihak pada siswa. Guru harus mempertimbangkan keunikan, gaya belajar, kemampuan awal siswa.
Guru harus menerapkan beragam metode, sumber belajar, media dan asesmen. Hal ini memang tidak mudah untuk dilakukan.
Salah satu tantangan klasik yang sering disampaikan guru adalah jumlah siswa yang banyak. Juga, beragamnya kebutuhan belajar siswa. Maka proses belajar mengajar sulit dilakukan secara optimal.
Berdasarkan hal tersebut, maka asesmen awal (diagnostik) menjadi hal yang perlu dilakukan oleh guru. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi kondisi serta kebutuhan belajar siswa.
Dari hasil asesmen diagnostik tersebut, guru dapat menentukan strategi pembelajaran apa yang akan digunakan.
Asesmen diagnostik terdiri dari dari asesmen diagnostik kognitif dan asesmen diagnostik nonkognitif. Asesmen diagnostik kognitif tujuannya untuk mengetahui dan mengidentifikasi kemampuan awal dan kesulitan belajar siswa. Instrumen yang digunakan misalnya pre tes, tanya jawab, atau kuis.
Asesmen nondiagnostik bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi kondisi psikologis dan latar belakang siswa. Instrumen yang bisa digunakan misalnya wawancara dengan yang bersangkutan, wawacara dengan orang tua/wali, studi dokumentasi, atau observasi.
Dalam melakukan asesmen diagnostik nonkognitif, guru kelas atau guru mata pelajaran dapat bekerjasama dengan guru bimbingan konseling atau wali kelas.
Guru menyusun desain pembelajaran berdasarkan hasil asesmen diagnostik. Strategi pembelajaran berdiferensiasi terdiri 4 jenis, yaitu; 1) diferensiasi konten, 2) diferensiasi proses, 3) diferensiasi produk, dan 4) diferensiasi lingkungan belajar.
Diferensiasi konten yaitu guru menyajikan materi melalui beragam konten disesuaikan dengan gaya belajar siswa (visual, audio, kinestetik). Seperti audio, video, visual, atau audio visual.
Siswa dengan gaya belajar visual lebih tertarik dengan materi yang disajikan dalam bentuk gambar, grafis, atau video. Siswa dengan gaya belajar audio lebih senang mendengarkan suara, rekaman, atau penjelasan dari guru secara langsung.
Walau melihat media audio-video, suara video sangat membantu yang bersangkutan untuk lebih memahami materi. Sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik lebih senang belajar melalui gerakan, praktik, bermain peran, simulasi, dan sebagainya.
Pada diferensisasi proses, guru menerapkan beragam strategi dan metode pembelajaran saat menyampaikan materi pelajaran mengingat beragamnya gaya belajar dan minat siswa dalam mempelajari materi.
Disinilah kreativitas guru diuji dalam memberikan layanan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
Pada diferensiasi produk, guru menyampaikan materi yang sama kepada siswa. Tetapi memberikan penugasan produk yang beragam. Misalnya, saat guru menyampaikan materi keanekaragaman hayati, bentuk tugas atau produknya.
Misalnya, siswa membuat makalah tentang flora dan fauna. Membuat deskripsi atau video profil tumbuhan atau hewan tertentu.
Membuat grafis keanekaragaman hayati, membuat video tentang flora atau fauna tertentu. Presentasi pengalamannya saat menanam atau memelihara hewan tertentu, dan sebagainya.
Intinya, walau bentuknya beragam. Tetapi produk yang dibuat oleh siswa menggambarkan pemahamannya tentang materi pelajaran.
Pada diferensiasi lingkungan belajar, guru dapat melaksanakan pembelajaran di dalam ruang kelas, di luar kelas, mengajak siswa untuk mengobservasi lingkungan atau berkunjung ke tempat tertentu.
Selain itu, pembelajaran bisa dilakukan secara tatap muka (luring), tatap maya (daring), atau kombinasi tatap muka dan tatap maya (hybrid).
Mengingat beragamnya kemampuan siswa, walau konten materi yang dipelajari siswa sama. Tetapi guru tidak bisa mengawali dari start yang sama. Tergantung hasil asesmen diagnostik.
Materi yang mudah menurut siswa tertentu belum tentu mudah juga menurut siswa yang lainnya. Oleh karena itu, waktu pencapaian pada tahap ini, selain kreativitas, guru juga memerlukan kesabaran dan ketelatenan dalam menyampaikan materi.
Asesmen formatif perlu dilaksanakan dengan optimal. Sifat asesmen formatif sebagai bagian dari proses pembelajaran (assessment as learning). Juga, sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu pembelajaran (assessment for learning).
Dengan guru melakukan penyiapan yang lebih matang, akan bisa menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. (*)