Oleh: HM Nurnas (Anggota DPRD Sumbar/ Tokoh Keterbukaan Informasi Publik)
Komisi Informasi Publik (KIP) tugas utamanya di UU 14 Tahun 2008 adalah menerima, memeriksa dan memutus sengketa informasi antara badan publik dengan publik atau LSM.
Sepertinya, kesadaran masyarakat terhadap keberadaan KI Sumbar sudah mulai tumbuh. Hal ini dibuktikan dengan banyak silang-sengketa.
Publik semakin tahu bahwa jika permohonan informasi publik tidak diperoleh, maka sengketakan ke KI Sumbar. Ada beragam informasi yang disengeketakan, seperti soal CSR BUMN, keterbukaan informasi OPD, pemerintahan nagari, pokir DPRD dan perizinan di Pemprov Sumbar.
Beruntung, KI Sumbar memiliki kapasitas dan integritas dalam menyelesaikan sangketa. Bahkan, sengketa informasi publik di KI, keberadaannya telah menyentuh level pakar. Tak sedikit pula persidangan sengketa informasi publik KI Sumbar disaksikan banyak KI Provinsi lainnya di Indoenesia.
Begitu pula keaktifan dalam memasifkan keterbukaan informasi di badan publik. Pasalnya, komisioner KI terpilih itu langsung bekerja, tidak ada belajar atau workshop tugas sebelumnya. Peran komisioner incumbent lah yang mentransfer pola kerja dan strateginya ke komisioner baru. Dari sisi kelangsungan sebuah lembaga, juga tidak elok menerapkan metode “cuci gudang” itu.
Periode ketiga juga punya peran penting dalam membudayakan KIP di Sumbar dan paripurna menyelesaikan sengketa dengan prinsip berkeadilan dan win-win solution. Ini nantinya akan terlihat sebagai salah satu program kerja KI Periode 2023-2027.
Di samping itu, menjadikan OPD Informatif hingga menyiapkan nagari dan desa di Sumbar Informatif, memperbanyak Pemkab dan Pemko Informatif serta membangun jejaring strategis dengan kekuatan sipil di Sumbar.
Saat ini, Perhimpunan Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik biasa disebut FJKIP telah menjadi sebuah kekuatan sipil spesifik yang punya badan hukum resmi di negara ini.
Selama ini FJKIP sudah mampu memainkan peran penting dalam memasifkan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan kerja KI periode kedua.
Pada KI Periode ketiga nanti, FJKIP bisa saja mengubah perannya sebagai lembaga berbadan hukum yang bertugas menguji akses keterbukaan informasi publik dan mensengketakan serta membawa badan publik ke sidang sengketa informasi publik KI Sumbar.
Apalagi FJKIP memenuhi legal standing karena berbadan hukum diterbitkan Kemenkum HAM RI dengan nama PJKIP Sumbar. Lalu, jurnalis yang ada di dalamnya juga telah banyak yang mendalami bahkan telah begitu memahami tentang KIP.
Penulis yakin itu akan terjadi. Pentolan FJKIP sangat mampu memainkan fungsi uji akses tersebut terhadap badan publik yang masih meremehkan kewajiban untuk terbuka. Itu pernah dilakukan Sekretaris PJKIP Sumbar Zondra Volta yang punya pengalaman bersidang di KI Sumbar. Begitupula pentolan PJKIP Isa Kurniawan yang punya pengalaman banyak bersengketa informasi publik.
Kemudian, kembalinya Adrian Tuswandi yang biasa disapa Toaik ke jalur jurnalis, juga bakal menjadi ujian bagi badan publik yang tidak terbuka.
Harus terus diingat bahwa hak informasi adalah hak konstitusi setiap warga Negara yang dilaksanakan dengan alur dan patut berdasar UU Nomor 14 Tahun 2018 dengan berbagai regulasi turunannya.
Sekali lagi, penulis mewanti-wanti supaya para pengambil kebijakan menentukan Komisioner KI Sumbar periode 2023-2027 lebih mengedepankan profesional dan kapasitas serta mengenyampingkan kepentingan politik praktis. Pasalnya, itu bisa jadi bumerang dan tidak baik bagi keterbukaan informasi badan publik ke depan.(*).