Oleh : Feri Fren (Widyaiswara LPMP Sumbar)
Saat ini masyarakat masih menyenangi batu akik walaupun tidak seperti dua tahun silam yang sempat booming di seluruh pelosok negeri. Batu akik pun sering menjadi trending topik di berbagai media sosial, pada pertemuan-pertemuan yang tidak resmi.
Bahkan di warung-warung kopi sekalipun. Sebuah lelucon pernah terjadi karena saking trendnya batu akik, ketika melihat ada jari tangan yang tidak memakai cincin batu akik terletak di atas meja, sambil berseloroh teman yang melihat akan berkata tolong ya” turunkan kakinya dari atas meja” karena menurut mereka yang tidak memakai cincin adalah jari kaki.
Untuk mendapatkan batu akik yang bagus kualitasnya ada banyak cara pengujian yang dilakukan orang, mulai dari meneropongkan batu akik ke arah datangnya cahaya, menggosok-gosokkannya ke kaca, meneteskan air ke permukaan batu akik dan masih banyak cara lain untuk menguji keasliannya.
Memilih batu akik yang berkualitas memang tidaklah mudah. Semuanya bergantung kepada seberapa jeli dan pintarnya seseorang dalam menyeleksi sebuah batu akik. Batu akik yang memiliki kualitas super mempunyai ciri diantaranya memiliki rupa yang sudah mengkristal seperti basah dan berair.
Batu akik jenis ini umumnya diminati oleh banyak orang dan bisa dibanderol dengan harga yang cukup mahal, bahkan beberapa diantaranya bisa dihargai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Bagi penggemar batu akik, ada empat panduan dasar yang harus diiketahui agar bisa memperoleh batu akik yang berkualitas yakni, tingkat kejernihan, bentuk potongan, warna dan ukuran berat ).
Tidak jauh bedanya dalam hal memilih seorang calon kepala daerah yang sebentar lagi akan diperhelatkan secara serentak. Dalam memilih calon kepala daerah yang berkualitas, empat panduan dasar dalam memilih batu akikpun bisa dipakai masyarakat.
Pertama, tingkat kejernihan, indikator penilaiannya bisa saja ukuran kinerja yang telah dilaksanakan, komitmen dalam pengolahan, sumber daya alam dan pemakaian sumber daya manusia yang bisa memajukan daerah yang dipimpinnya. Bukan sekedar janji yang muluk-muluk semata pada waktu kampanye, dengan mengembangkan segenap potensi yang ada terlepas dari masalah putra asli daerah dan bukan putra asli daerah.
Kedua, bentuk potongan. Kepala daerah yang diinginkan adalah yang memang betul-betul bekerja untuk memajukan kepentingan umum di daerahnya. Ada banyak contoh kepala daerah yang bekerja mengutamakan kepentingan umum yang bisa kita jadikan sebagai acuan untuk meneropong calon kepala daerah.
Tidak zamannya lagi seorang calon kepala daerah melakukan pencitraan-pencitran. “Pencitraan yang dilakukakan pemimpin-pemimpin daerah tidak akan bertahan karena pencitraan bisa di uji di masyarakat” (Andrinof, dalam wawancara RRI Pro3 Senin 12 Mei 2014). Rakyat bisa menilai pemimpin yang benar-benar memperjuangkan nasib rakyat atau sebaliknya dengan program jangka panjang yang terasa sampai ke akar rumput.
Ketiga, warna, fenomena yang menarik pasca adanya pemilihan umum kepala daerah di beberapa daerah beberapa waktu yang lalu, yaitu tingginya angka masyarakat yang bersikap sebagai golongan putih (golput) yang tidak menggunakan hak pilihnya secara benar. Hal ini dikarenakan karena masyarakat beranggapan calon kepala daerah tidak akan memberi warna atau perubahan jika seandainya dia terpilih sebagai calon kepala daerah nantinya.
Tingginya angka golput dapat disebabkan oleh banyak faktor, misalnya rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada pasangan calon yang dihadirkan oleh partai politik atau bahkan calon perorangan (independen) dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilukada).
Faktor lainya adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap output dari pemilukada yang tidak menghasilkan pimpinan yang berpihak kepada kepentingan rakyat, mereka mengganggap hubungan antara pemimpin dan rakyat hanya ada pada saat menjelang pemilukada saja, selanjutnya hanya kepentingan partai dan golongan tertentu yang lebih kental.
Sungguh miris memang dengan biaya mahal berdemokrasi, jika tidak mampu menghasilkan suatu output yang sepadan, sehinggan turut menurunnya kepercayaan masyarakat kepada sistem pemilihan umum atau calon pemimpin mereka sendiri.
Keempat, ukuran berat. Bagi seorang calon kepala daerah yang akan dipilih bisa dilihat dari seberapa besar jam terbangnya dalam memimpin sebuah organisasi atau kepala daerah. Semakin lama dia pernah memimpin sebuah daerah tentu kemampuannya akan semakin besar pula, apalagi kalau seorang calon kepala daerah sudah pernah pula menduduki jabatan di pemerintahan. Mulai dari staf sampai menjadi kepala daerah, tentu jam terbang ini sangat mempengaruhi kualitas seorang calon kepala daerah dalam mengelola daerah.
Mudah-mudahan dengan sangat selektifnya masyarakat memilih calon kepala daerah seperti memilih batu akik, nantinya akan bisa membawa perbahan yang positif terhadap daerah dan kebutuhan masyarakat. Sudah bosan rasanya masyarakat mendengarkan janji-janji yang muluk pada saat kompanye, karena yang dibutuhkan masyarakat ke depan adalah bukti bukan janji.
Tip & Trik