Banyak sekolah yang pernah berprestasi dan dianggap baik. Namun hanya bertahan pada satu kurun waktu saja. Hal itu terjadi karena mereka tidak melakukan evaluasi diri dan melakukan perbaikan mutu secara berkesinambungan yang sesuai dengan harapan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada sisi lain bermunculan pula sekolah-sekolah baru.
Mereka lebih mampu memenuhi harapan dan keinginan masyarakat sekitarnya. Mereka mampu melakukan perbaikan dari segi mutu pembelajaran dan mutu gurunya. Melihat keseriusan sekolah tersebut dalam mengelola pendidikan, terkadang orang tua tidak segan-segan untuk membayar mahal asalkan anaknya bisa bersekolah di sekolah tersebut.
Bagi sekolah-sekolah yang tidak mau dan tidak mampu memperbaiki mutunya secara berkelanjutan, sekolah tersebut tidak akan mendapatkan tempat di hati masyarakat. Akhirnya tidak ada orang tua yang mau menyekolahkan putra-putrinya untuk melanjutkan pendidikan di sekolah tersebut. Akhirnya sekolah tersebut ibarat kerakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau.
Oleh karena itu, prinsip perbaikan mutu berkelanjutan pada setiap sekolah wajib untuk diterapkan. Sekolah harus mampu memenuhi bahkan melebihi harapan dan tuntutan masyarakat. Semua itu akan dapat dicapai dengan melakukan perencanaan yang matang secara bersama-sama dalam kegiatan lokakarya sekolah.
Berbicara masalah mutu, menurut Crosby adalah sesuatu yang disyaratkan atau distandarkan (Conformance to requirement), sesuai dengan standar mutu atau indikator mutu yang telah ditentukan, baik dari segi input, proses, maupun outputnya. Maka dari itu, mutu pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah harus memenuhi indikator mutu yang sesuai dengan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP).