Kartu Tanda Penduduk (KTP) online memberi secercah harapan untuk pendataan penduduk Indonesia. Apalagi, setiap warga negara memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) memungkinkan terhidar dari data ganda.
Baca : Nasibmu, Petugas Fogging
Dengan adanya NIK tersendiri, tidak mungkin adanya lagi Administrasi Kependudukan yang ganda. Lebih dari itu, semua data yang berhubungan dengan warga negara akan mudah terpantau, baik aktifitas transaksi yang berurusan dengan lembaga keuangan, profesi, pendidikan, ekonomi dan kegiatan lainnya.
Boleh dikatakan kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya akan mudah diketahui dengan cara melihat NIK yang bersangkutan. Dengan adanya NIK, tindak tanduk yang bersangkutan akan gampang diakses. Malahan, pihak lembaga keuangan tidak akan repot malacak data, kredit bermasalah. Begitu juga, masalah hukum atau yang lebih ekstrimnya aksi teror yang selalu digembar gemborkan.
Termasuk, upaya pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pemberian bantuan, tidak perlu lagi dengan beragam tetek bengek pengumpulan foto copy administrasi kependudukan. Ingat,kertas semakin mahal, malahan sudah banyak perusahaan yang tergantung pada kertas gulung tikar, karena mahalnya harga kertas. Lebih dari itu, dengan adanya adminduk, juga akan membantu penyelamatan lingkungan.
Namun, apa dikata, data online belum seindah yang dibayangkan. Program yang telah menguras keuangan negara itu tidak berfungsi banyak untuk kepentingan warga negara. Adminduk hanya sekedar life service atau pemanis bibir.
Salah satu contoh, pendaftaran Adminduk melalui operater telekomunikasi. Namun, pesan penipuan justru semakin marak. Puncaknya, Pandemi Covid-19 telah membuka borok secara luar biasa. Data warga tumpang tindih, tidak singkronisasi antara level kabupaten/kota, propinsi dan nasional. Malahan kesalahan, terjadi pada level yang paling kecil. Dalam satu RT saja, masih ada data double.
Puncaknya, muncullah surat terbuka untuk Menteri Sosial dari Syamsul Azwar, salah satu walinagari di Kabupaten Solok. Ada apa?