Pengusaha ujar Yorrys dapat mencari celah untuk mengalihkan pembayaran bulanan menjadi pembayaran per jam, misalnya hanya memperkerjakan pekerja dalam empat hari saja. Sehingga, mekanisme pembayaran berdasarkan jam kerja cenderung akan dipilih oleh para pengusaha.
Sementara itu, berdasarkan RDPU Komite II DPD RI dengan agenda membahas RUU tentang Cipta Lapangan Kerja(RUU Ciptaker) dengan narasumber Untung Riyadi, Arnold Sihite, dan Bibit Gunawan. Sedangkan hal-hal yang menjadi masukan narasumber dalam RDPU sebagai berikut:
Artikel Lainnya
loading…
- Konfederasi SPSI mengapresiasi undangan RDPU oleh DPD RI karena sampai dengan saat ini DPR RI dan pemerintah belum memperhatikan SPSI.
- Konfederasi SPSI mempunyai dua pandangan dalam pembentukan RUU Ciptaker yaitu terhadap proses dan terhadap konten.
- Pandangan terhadap proses.Proses dilakukannya rancangan draft RUU Ciptaker sangat tidak sempurna dari sisi Good Corporate Governance (GCG) dan menimbulkan banyak pro-kontra dalam masyarakat. Idealnya proses ketenagakerjaan seharusnya bermuara dari materi RUU ini dibahas secara tripartit.
- Pandangan terhadap konten, dimana dibagi dalam limaklaster ketenagakerjaan dalam RUU Ciptaker, yaitu Hubungan Kerja dan Waktu Kerja, Pengupahan, PHK dan Penghargaan Lainnya, Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan Tenaga Kerja Asing (TKA).
- Isu krusial dalam pengaturan TKA ini dalam RUU Cipta kerja terdapat point atau pasal yang dihapus terkait dengan jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya dilarang, sekarang menjadi tidak dilarang. Ini yang dikhawatirkan pekerja/buruh bahwa TKA pada akhirnya akan masuk ke dalam ruang lingkup jenis-jenis pekerjaan yang low skill. Ini perlu klarifikasi dan/atau penjelasan dari Pemerintah bahwa tujuan utama untuk menciptakan kemudahan investasi maupun dalam penciptaan lapangan kerja tidak terjawab dengan merevisi atau menghapus pasal-pasal terkait pengaturan TKA ini.Menurut pekerja/buruh, ketentuan yang sudah ada tidak menjadi beban atau menjadi faktor penentu kurangnya minat untuk melakukan investasi.
- Isu utama dalam pengaturan Hubungan Kerja ini adalah terbukanya peluang untuk melakukan PKWT dengan sistem kontrak tanpa batas sehingga dalam jangka panjang akan menghapus atau meniadakan pekerja/buruh dengan status PKWT. Ini merupakan isu krusial yang sangat ditolak oleh pekerja/buruh karena tidak sesuai dengan jiwa atau nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, akan menjadikan pekerja/buruh hanyalah merupakan obyek dari pembangunan. Selain itu, isu outsourcing akan mengemuka seiring dengan kuatnya pengaturan PKWT dimasa mendatang.Dunia usaha akan lebih tertarik menggunakan outsourcing dan ini akan membuat rapuh sendi-sendi hubungan kerja terutama pekerja/buruh dalam posisi yang semakin lemah. Kontrak akan menghapus sifat pekerja tetap sehingga kewajiban perusahaan membayar pesangon akan hilang.
- Mengenai waktu kerja ini memang perlu pengaturan yang lebih fleksibel disesuaikan dengan perkembangan dunia usaha yang terus berubah seiring dengan impact dari revolusi industry 4.0. Namun,pekerja/buruh perlu mencermati dan membahas lebih clear jenis-jenis pekerjaan seperti apa yang dapat diterapkan dalam jam kerja yang fleksibel.
- Tekait Sistem Pengupahan memang perlu ditinjau kembali, namun yang diusulkan dalam RUU Ciptaker terdapat banyak kontroversi sehingga menimbulkan penolakan yang cukup besar di kalangan pekerja/buruh. Perlu dilibatkan seluruh stakeholders pengupahan untuk merumuskan konsep pengupahan yang ideal, terutama melibatkan Dewan Pengupahan Nasional RI. Isu sistem pengupahan ini dikhawatirkan dalam proses penetapan upahnya hanya berjalan sepihak oleh pemerintah.
- Konfigurasi RUU Ciptaker masih membutuhkan penjelasan lebih dalam apakah ingin menciptakan lapangan kerja atau menarik investasi yang besar. Dalam perumusan RUU ini perlu juga melihat bonus demografi dimana membutuhkan banyak sekali lapangan pekerjaan.
- Naskah akademik yang dibuat oleh SPSI sampai dengan saat ini belum dapat dipertanggungjawabkan karena hanya membahas secara makro.