Mereka membawa guru Halimah ke dalam sebuah “boutique” yang di dalamnya ada menjual baju, tas dan sepatu wanita. Guru Halimah bingung dan salah tingkah. “ Bu . . silakan Ibu pilih, saya sudah niat,”’ ucap Arman dengan suara yang sopan.
“Nggak…nggak… tidak usah !”, jawab Guru Halimah tidak menentu.
“Maaf Bu, kalau begitu biar isteri saya saja yang pilihkan,” kembali suara Arman merendah dengan sopan sekali.
Kali ini guru Halimah tidak menjawab, bukan pula menyatakan setuju tetapi tidak tahu apa yang harus dikatakan.
“Tolong ambilkan yang tergantung sebelah kiri,” kata isteri Arman kepada pelayan toko.
Artikel Lainnya
Guru Halimah masih sempat melihat baju yang diturunkan. Warnanya merah bata dan ada motif hiijau di dalamnya.
“Ini bisa dibawa Ibu untuk pergi pesta atau acara-acara tertentu,” terdengar suara Ema kepada suaminya, walaupun jarak Guru Halimah dengan mereka cukup jauh.
Kalimat itu serasa menohok pikirannya. Guru Halimah sudah hampir setahun tidak ada membeli baju baru setelah lebaran tahun lalu. Untuk menghadiri undangan pesta, Guru Halimah sering memakai baju dinas. Kebetulan undangan pesta sudah banyak di hari sekolah bukan lagi di hari Minggu atau Sabtu. Beberapa lama terdengar lagi ucapan, “Tas yang warna hijau itu berapa.”