Guru Halimah

oleh

“Bu…saya ingin ajak Ibu sebentar.” Arman menunjuk ke mobil sedan hitam. Guru Halimah terlihat enggan dan berat hati. “Ibu tidak usah takut ada isteri dan anak saya di mobil”. Guru Halimah menoleh ke sana, seorang wanita muda mengeluarkan kepalanya dan melambaikan tangan. “Bu. . . itu isteri saya, ayo Bu,” kata Arman meyakinkan.

Entah kenapa Guru Halimah mau saja ikut berjalan menuju mobil sedan hitam.
Arman membukakan pintu belakang, Guru Halimah duduk bersama isterinya Ema. Tiba di dalam mobil Ema menyalaminya dengan senyum ramah. “Randi salam sama nenek”, kata Ema kepada anaknya.

Randi menyalami guru Halimah sambil membungkukkan badannya. Ramah dan baik hati sekali keluarga ini, kata Guru Halimah dalam hatinya. Dirinya merasakan suasana nyaman dalam mobil yang ditumpanginya. Dia tidak membayangkan akan dapat menikmati mobil semewah itu.




“Maaf Bu… waktu Ibu menyeberang tadi hampir tertabrak. Bang Arman langsung teriak: ‘Aduh…guru saya ! Bu Halimah !’ Abang langsung meminggirkan mobil, Ibu guru Idola Bang Arman” ucap Ema dengan suara datar dengan penuh kagum dan hormat. “Ah…tidak seperti itu betul…”, jawab Guru Halimah.

Artikel Lainnya

loading…


“Benar Bu…Banyak yang kami dapatkan dari Ibu, di antaranya ucapan Ibu kepada kami: bahwa orang rajin bisa mengalahkan orang pintar. Kita boleh orang kampung, tapi tidak kampungan. Kita boleh beli yang murah, tapi tidak murahan”, ucap Arman penuh bangga. Guru Halimah haru, mendengar kata-kata dia dulu diulang Arman kembali.

Menarik dibaca