Mudik Sebagai Penanaman Nilai Karakter

oleh

Oleh : Feri Fren ( Widyaiswara LPMP Sumbar )

Sebentar lagi umat Islam akan merayakan hari kemenangan (Idul Fitri) 1439 Hijriah, budaya pulang kampung (mudik) pun akan segera terjadi.

Bagi masyarakat yang berada diperantauan hal ini merupakan kegiatan rutin yang selalu ditunggu-tunggu untuk melepaskan kerinduan dengan sanak keluarga dan karib kerabat yang berada di kampung halaman. Sambil saling mengunjungi dan bermaaf-maafan dengan mengucapkan kata minal aidin wal faizin, rasa letih setelah setahun bekerja di perantauanpun hilang dibuatnya seketika.

Tradisi pulang mudik bagi perantau asal Sumatera Barat yang berada di berbagai kota di Indonesia ada pula yang dilakukan secara bersama-sama untuk satu daerah atau satu nagari. Kegiatan pulang kampung serentak,seperti ini dikenal dengan istilah pulang basamo.

Mudik berasal dari kata mau ke udik ( pulang kampung ). Menurut Wikipedia pengertian mudik adalah kegiatan perantau/pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya. Maka apapun pekerjaannya, orang biasanya memaksakan untuk bertemu dengan keluarga atau karib kerabatnya di kampung halaman.

Ada yang pulang mudik dengan menggunakan kendaraan pribadi dan ada pula yang memakai jasa angkutan umum. Bagi mereka yang berekonomi bagus, mereka bisa pulang mudik dengan menggunakan kendaraan pribadi atau dengan jasa pesawat terbang. Akan tetapi bagi yang berekonomi lemah tak jarang kita mendengar, mereka pulang mudik dengan berdiri di atas angkutan umum, bahkan ada yang duduk diatas gerbong kereta api sekalipun.

Kondisi lain yang tidak mengenakan sekalipun harus dilalui oleh para pemudik, seperti berdesak-desakan dan berkejar-kejaran saat menaiki angkutan umum, ada yang terjepit bahkan ada yang terinjak. Kadangkala tak jarang dari mereka ada yang tidur satu bahkan sampai dua malam terlebih dahulu di stasiun atau terminal pemberangkatan angkutan umum untuk menuju kampung halamannya.


Tidak peduli dengan harga tiket pesawat, bis, kapal, atau sewa kendaraan lainnya yang mahal. Tidak peduli waktu dalam perjalanan yang ditempuh sangat lama berjam-jam. Tak peduli cuaca ekstrim yang mereka lalui selama dalam perjalanan, itu semua rela dilakukannya demi suatu kata “mudik”.

Mudik menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagi masyarakat yang berasal dari perantauan. Mereka bisa berkumpul kembali dan bersukacita dalam merayakan hari kemenangan di tengah hangatnya kasih sayang keluarga dan karib kerabatnya.

Mereka seperti menemukan kembali hakikat kehidupannya. Setelah bertahun-tahun hidup jauh dari keluarga, hasrat dan naluri sebagai bagian dari keluarga pun terpanggil untuk kembali pulang berkumpul bersama mereka. Inilah budaya mudik yang sering terlihat dalam budaya dan kebiasaan masyarakat kita.

Segala usaha dilakukan agar kegiatan mudik dapat terlaksana. Ada yang memulainya dengan kegiatan menabung mengumpulkan uang setahun lamanya, ada yang memanfaat uang THR ( tunjangan hari raya ), agar kegiatan pulang mudik dapat dilakukan.

Mudik banyak memberi manfaat dalam kehidupan pribadi dan sosial. Pertama, mudik dapat meningkatkan jalinan silaturrahmi dengan keluarga, saudara, dan teman di kampung halaman. Kedua, terjadinya perputaran uang dari kota ke desa sehingga terjadi pemerataan perekonomian yang selama ini hanya berpusat di kota besar saja.

Ketiga, terjadinya kepedulian sosial diantara sesama. Biasanya di hari lebaran mereka yang punya harta lebih memberikan hartanya kepada saudara atau tetangganya yang lain yang sangat membutuhkan.

Keempat, Membawa berkah bagi pelaku ekonomi lainnya, misalnya terjadinya peningkatan pendapatan di sektor transportasi, industri, jasa pariwisata, telekomunikasi, tekstil, peralatan rumah tangga, elektronik, otomotif, asuransi dan lain.

Kelima, syiar Islam akan lebih terasa, hal ini dapat kita lihat pada saat shalat Idul Fitri, hampir semua masjid dan lapangan tempat Shalat Ied penuh sesak dengan jemaah karena banyaknya perantau yang pulang mudik.

Bila kita cermati mudik dapat meningkatkan rasa syukur kepada allah (religius), dapat menimbulkan kepedulian antar sesama, toleransi, tanggung jawab, rasa hormat, kerjasama dan lain sebagainya. Semuanya itu merupakan bagian dari nilai-nilai karakter bangsa yang selama ini telah kita dengung-dengungkan.


Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior).

Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan, hal itu terlihat dalam suasana mudik. Selamat menjalankan mudik, dan selamat hari raya idul fitri, mohon maaf lahir dan bathin.

Menarik dibaca