Guru Harus Bagaimana ?
Oleh : Feri Fren (Widyaiswara LPMP Sumbar)
Tak pernah siapapun menduga Kamis kemarin, 1 Februari 2018, hari terakhir guru muda Ahmad Budi Cahyono terakhir mengajar. Guru honorer mata pelajaran seni rupa di SMA Negeri 1 Torjun, Sampang, Madura, Jawa Timur berhenti untuk mengajar selama-lamanya. Guru Budi meninggal dipukuli peserta didiknya sendiri. Tragedi yang tak seharusnya terjadi, rasa hormat peserta didik kepada guru sudah tidak ada lagi.
Pedih rasanya hati ini ibarat disayat sembilu ketika mendengar dan membaca ada berita tersebut. Peserta didik tidak menerima perlakuan guru dalam mendidik dan mengubah perilakunya yang kurang baik di sekolah.
Bukankah tugas guru di sekolah untuk mengajar dan mendidik sebagai peran pengganti orang tua peserta didik di sekolah. Tugas utama guru dalam menciptakan sumber daya manusia tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009.
Serba salah guru jadinya, bak makan buah simalakama. Apabila peserta didik diperbaiki perilakunya ke arah yang lebih baik mereka tidak terima, jika sikapnya yang kurang baik itu dibiarkan begitu saja mereka akan semakin menjadi-jadi dan akan berpengaruh kepada peserta didik lainnya. Sampai- sampai tidak ada lagi penghargaan sama sekali terhadap gurunya yang sedang mengajar di kelas.
Mari kita perhatikan bagaimana budaya orang jepang dalam hal menghargai guru. Bila mereka bertemu dengan guru, mereka selalu membungkukkan badan dan menunjukkan rasa hormat. Begitu besar penghargaan peserta didik dan masyarakatnya terhadap guru, sudah sepantasnyalah Jepang menjadi negara yang maju dan makmur.
Harapan dari orang tua dan masyarakat untuk menyerahkan anaknya ke sekolah adalah supaya anaknya bisa pintar dan memiliki budi pekerti yang baik. Kadangkala, orang tua pun menyerahkan bulat-bulat sepenuhnya ke sekolah untuk merubah perilaku anaknya tanpa adanya kontrol dan kerjasama secara rutin dan berkala dengan pihak sekolah. Kalau sudah begini guru harus bagaimana.
Penilaian dari masyarakat umum terhadap prestasi peserta didik kadangkala juga terdengar aneh, ketika seorang peserta didik memperoleh prestasi yang jelek dan tidak memiliki sikap yang tidak sesuai dengan karakter yang diinginkan, maka akan muncul pertanyaan siapakah guru yang mengajarnya.
Namun sebaliknya ketika seorang peserta didik berhasil dan memperoleh prestasi akademik yang bagus, masyarakat akan bertanya, anak siapa itu? benar-benar hebat dia, orang tuanya memang pintar dan selalu memperhatikan serta mengarahkan anaknya untuk belajar. Tidak adil juga rasanya.
Guru juga manusia biasa, mengolah peserta didik berbeda dengan mengelola benda mati. Apalagi yang dikelola dengan jumlah yang banyak di dalam sebuah kelas. Sudah tentu dalam mengelola kelas seorang guru tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan. Kalaulah kita memahami betapa beratnya pekerjaan seorang guru, pastilah semua kita akan membantunya.
Secara fitrahpun bisa kita terima, guru sangat lelah didalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Belum lagi diera sertifikasi, seorang guru harus melakukan tugas wajib mengajar 24-40 jam per minggu. Kalau tidak cukup 24 jam mengajar di sekolah induk, guru harus mencarinya pula ke sekolah lain agar tunjangan sertifikasi bisa diterimanya, kadangkala memiliki jarak yang jauh dari tempat tinggal dan sekolah induknya.
Tugas-tugas tambahan lain yang harus dikerjakan gurupun menghadang, seperti melaksanakan tugas sebagai wakil kepala sekolah, guru inti, instruktur propinsi, instruktur kabupaten, pengurus musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), wali kelas, pembina osis, guru piket, pembina kegiatan ekstra kurikuler dan lain sebagainya.
Setelah proses pembelajaran berlangsung, tugas gurupun dilanjutkan dengan melakukan evaluasi terhadap penguasaan materi peserta didik dalam bentuk ulangan harian. Hasil evaluasi dan tugas-tugas di olah untuk bisa memperoleh gambaran seberapa besar daya serap peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah diajarkannya. Pada akhirnya diperolehlah hasil yang dapat membedakan mana peserta didik yang telah tuntas dan yang belum.
Untuk tindak lanjut, bagi peserta didik yang nilainya belum mencapai KKM (kriteria ketuntasan minimal), tugas selanjutnya, guru melakukan program perbaikan sampai mereka tuntas. Kegiatan yang dilakukan dengan cara mengajarkan kembali materi pelajaran yang belum tuntas itu dan mengujinya kembali sampai peserta didik tuntas. Tidak bisa sekali mungkin dua kali atau bisa lebih, itulah yang selalu dilakukan oleh guru.
Bagi peserta didik yang telah tuntas, masih dilakukan lagi program pengayaaan. Jelaslah bagi kita disini betapa berat dan mulianya tugas seorang guru dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kalaulah semua kita memahami dan menyadarinya, maka sudah sepantasnyalah kita memahami tugas seorang guru dan secara bersama-sama membantunya dan tidak selalu menyalahkan guru.
Kita jadi pintar dididik pak guru, kita jadi pandai dididik bu guru, guru bercerita, penerang dalam gulita, jasamu tiada tara. Selamat jalan pak Budi.